Lihat ke Halaman Asli

Anomali Jagung di Tulungagung

Diperbarui: 13 Desember 2018   01:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi jagung (Reuters)

Ada hal lucu yang terjadi di Jawa Timur. Kabupaten Tulungagung dan Blitar yang katanya selama ini dianggap sebagai lumbung penghasil jagung nasional, bahkan diklaim produksinya surplus oleh Kementerian Pertanian (Kementan), malah kini mendapat gelontoran jagung impor.

Paradoks ini melemahkan klaim surplus dari Kementan. Karena bila benar produksi jagung di wilayah ini berlebih, harusnya jagung impor dari Brazil itu tidak dikucurkan ke Tulungagung dan Blitar. Kementan jangan marah bila akhirnya, klaim surplus, atau bahkan semua data dari kantor pusat Kementan di Ragunan, dianggap sebagai omong kosong.

Kucuran jagung impor itu disampaikan oleh Badan Urusan Logistik, Bulog, Sub Divisi Regional (Divre) 5 Tulungagung. Mereka menyatakan bahwa Tulungagung dan Blitar mendapatkan alokasi 30.000 ton jagung impor, dari total 60.000 ton kuota untuk Jawa Timur. Tingginya alokasi jagung buat Bulog Sub Divre Tulungagung karena permintaan peternak yang sangat tinggi.

Kepada wartawan, Kepala Bulog Sub Divre 5 Tulungagung, mengungkapkan bahwa para peternak di daerah yang katanya surplus itu, sudah pada tingkat kekurangan jagung. Bahkan untuk mencukupi kebutuhan jagung bagi para peternak, Bulog sudah meminjam jagung dari sejumlah perusahaan pakan sebanyak 11 ribu ton. 

Logika impor penghasil jagung (meme edit pribadi)

Sumber berita: http://surabaya.tribunnews.com 

Pinjaman jagung sebanyak itu diajukan Bulog atas dasar permintaan peternak Tulungagung dan Blitar itu sendiri. Rencananya, jagung pinjaman itu akan dikembalikan Bulog saat jagung impor dari Brazil tiba di pelabuhan dalam waktu dekat. 

Ironisnya lagi, pihak Dinas Pertanian setempat masih saja mengklaim produksi jagung di wilayah itu berlebih. Katanya, setiap tahun kebutuhan untuk pakan ternak hanya sekitar 100 ribu ton. Sementara produksi jagung tahun 2018 hingga bulan November sebanyak 235,468 ton. Jumlah itu berasal dari 34.540 hektar lahan panen. Padahal luas lahan jagung tahun 2018 sebanyak 44.000 hektar. Sehingga masih ada 9.460 hektar yang belum dipanen.

Menurut hitungan Dinas Pertanian, hasil panen jagung di sana rata-rata 6,98 kuintal per hektare. Oleh karena itu, bila semua lahan jagung dipanen, maka produksinya akan lebih dari 300 ribu ton. 

Apapun hasil hitungan di atas kertas, kenyataannya surplus jagung yang diklaim Kementan itu tidak bisa dirasakan kebenarannya. Buktinya, para peternak masih kekurangan jagung. Bahkan Bulog harus meminjam stok pada pengusaha pakan. 

Seperti tidak kekurangan alasan, Kementan masih saja berkilah. Menurut anak buah Amran Sulaiman, anomali jagung di Tulungagung itu terjadi karena banyak hasil panen mereka dijual ke wilayah Blitar. 

Alasan lain yang dilontarkan Kementan adalah, para peternak ayam di Tulungagung banyak yang membuat pakan sendiri. Oleh karena itu, kebutuhan jagung untuk pakan meningkat drastis. Peternak juga tidak lagi tergantung pada pabrik pakan. Seolah Kementan tidak suka bila para peternak mandiri. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline