Di saat pemerintah kita sedang berupaya sekuat tenaga menciptakan swasembada tangan, rupanya masih ada saja tangan-tangan durjana yang mencoba mengambil untung dengan cara tidak terpuji.
Laku lacur itu terendus di sudut paling Barat pulau Jawa, beberapa waktu lalu. Yakni ketika muncul berita mengenai Kepolisian subdirektorat III Tindak Pidana Korupsi (TIpikor) Direktorat Kiminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Banten yang sedang menyelidiki dugaan penyelewengan pada kegiatan penerapan budi daya jagung, program produktivitas, produksi dan mutu hasil tanaman pangan di bidang tanaman pangan, Dinas Pertanian (Distan) Provinsi Banten senilai Rp68,7 miliar lebih.
Sejumlah saksi sudah dimintai keterangan. Salah satunya adalah Kepala Bidang (Kabid) Tanaman Pangan, Distan Provinsi Banten Sobirin, dan Kepala seksi (Kasi) Serealia Bidang Tanaman Pangan Distan Provinsi Banten, Dadan Firdaus.
Selain itu, dokumen kontrak, berita acara serah terima barang, dan dokumen pembayaran juga diamankan sebagai barang bukti. Setelah cukup yakin, pada Oktober 2018, perkara itu statusnya ditingkatkan menjadi penyidikan. Informasi peningkatan status itu dibenarkan oleh Kasubdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Banten.
Pihak Kejaksaan Tinggi Banten juga mengakui sudah menerima tembusan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Polda Banten. Dengan kata lain, penyidikan atas kasus itu sudah sangat serius.
Kasus dugaan korupsi ini sebenarnya ironis bila disandingkan dengan penghargaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Kementan beberapa waktu lalu. Karena di pusat terkesan bersih, sedangkan tikus masih bisa merajalela di daerah.
Selain itu, unsur yang lebih menyedihkan lagi adalah, untuk urusan perut rakyat atau pangan, masih saja jadi bancakan para tikus-tikus pengerat anggaran.
Upaya penegak hukum menyelidiki kegiatan ini pun langsung mendapat sorotan. Bahkan ada yang meminta Polisi untuk mengusut dugaan korupsi ini sampai ke kantor pusat Kementerian Pertanian di Ragunan, Jakarta Selatan.
Beberapa indikator yang menjadi penanda potensi kasus dugaan korupsi ini tak lepas dari peran pusat adalah kegiatan bermasalah ini didanai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Nasional 2017. Besarannya pun tidak main-main, yakni Rp68,7 miliar lebih. Selain itu, kegiatan budi daya jagung itu dilaksanakan Januari hingga Desember 2017 dengan target lahan seluas 187 ribu hektare. Tetapi dalam pelaksanaannya, diduga luas lahan yang direncanakan itu tidak sesuai dengan kenyataan. Pertanyaannya, luas lahan tanam jagung di Banten sebenarnya tidak sebesar itu.
Kira-kira, apa yang membuat Kementan berani menggelontorkan anggaran sedemikian besar di sebuah provinsi yang luas lahan tanaman jagungnya tidak sedemikian besar. Apalagi Banten bukanlah daerah yang terkenal sebagai penghasil jagung, bila dibandingkan dengan provinsi lain seperti Gorontalo, Jawa Timur, dan lainnya.
Bila pengusutan kasus dugaan korupsi ini dilanjutkan sampai ke kantor pusat Ragunan, bisa diketahui apakah dugaan korupsi ini sudah terencana dari awal atau tidak.