Direktur utama (Dirut) perum Bulog, Budi -Buwas- Waseso adalah orang yang keras. Ia tak segan-segan melontarkan pernyataan dan kata-kata keras untuk sesuatu yang tidak sejalan dengan pemikirannya. Tahun lalu, ia pernah memaki seorang menteri yang mengingatkan soal impor beras. Buwas juga pernah menyebut pendahulunya di Bulog sebagai pengkhianat bangsa lantaran menjalankan penugasan untuk mengimpor beras.
Buwas blak-blakan menyebut sebagian besar kebutuhan pangan di Indonesia saat ini masih bergantung impor. Mulai dari jagung, kedelai, hingga bawang disebutnya saat ini masih bergantung pada impor.
Tak berhenti sampai di situ, ia bahkan seolah mempertanyakan identitas bangsa kita sebagai negara agraris, negara pertanian dan perikanan yang menurutnya masih terus bergantung pada impor. Terdengar bahwa dirinya kuatir jika kondisi ini terus berlangsung bisa mengancam ketahanan pangan nasional.
Seakan menihilkan kemampuan produksi petani dalam negeri, ia menyatakan bahwa kedelai bahan baku untuk tempe dan tahu itu berasal dari impor. Akhirnya, tiada lagi kebanggaan sebagai bangsa Indonesia karena hampir seluruh komoditas pangan kita berasal dari luar negeri.
Menurut Buwas, kondisi yang terjadi saat ini di Indonesia yakni belum optimalnya sektor pertanian yang ada. Ia pun membandingkan kondisi dalam negeri dengan apa yang terjadi saat ini di luar negeri. Sehektar sawah di Indonesia, menurutnya, hanya bisa menghasilkan 5 ton beras. Sedangkan di luar negeri, sudah bisa sampai 12 ton.
Kritik keras Buwas terhadap Menteri Pertanian Amran Sulaiman sebetulnya bisa kita mengerti. Beberapa kali Bulog memang jadi korban akibat ketidakbecusan Amran. Dalam hal impor beras misalnya. Kementan mengklaim bahwa produksi beras dalam negeri kita mencukupi bahkan berlebih. Oleh karena itu ia sepakat dengan Mentan untuk menolak impor. Padahal kenyataannya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengoreksi angka produksi beras Kementan.
Dalam urusan jagung, Buwas juga pernah termakan omongan Mentan yang menyebut produksi kita berlebih bahkan bisa ekspor. Belakangan, Bulog ketempuan harus meminjam jagung pada pengusaha pakan demi menjaga harga jagung dalam negeri yang melonjak akibat kelangkaan. Bulog juga ketiban pulung harus mendatangkan jagung dari luar negeri demi menjaga kelanjutan stabilitas harga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H