Lihat ke Halaman Asli

Sri Amelia

tentang saya

Daya Beli Petani Melemah

Diperbarui: 2 April 2019   01:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Donny Iqbal/Mongabay Indonesia)

Awal pekan ini Badan Pusat Statistik (BPS) melansir bahwa, nilai tukar petani (NTP) atau dikenal daya beli petani nasional Maret 2019 mencapai 102,73 atau turun 0,21 persen dibanding NTP bulan sebelumnya.

Penurunan NTP itu terjadi karena Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 0,02 persen, lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 0,23 persen.

Nilai Tukar Petani (NTP) adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat tingkat kemampuan/daya beli petani.

Secara nasional, BPS mencatat, pada Maret 2019, NTP Provinsi DKI Jakarta mengalami penurunan terbesar (2,43 persen) dibandingkan penurunan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, NTP Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami kenaikan tertinggi (1,41 persen) dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya.

Daya beli lemah (meme editan pribadi)

Turunnya nilai tukar petani dan daya beli mereka yang melemah itu juga sejalan dengan inflasi pedesaan di Indonesia bulan Maret 2019 ini yang sebesar 0,33 persen. Menurut catatan BPS, pengeluaran tertinggi petani mayoritas dialokasikan untuk bahan makanan. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) nasional Maret 2019 sebesar 111,14 atau turun 0,04 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya.

Rujukan

Statistik boleh bicara begitu. Sedangkan di lapangan, kondisi yang menjepit petani bukanlah nilai tukar mereka. Melainkan harga padi jenis Gabah Kering Panen (GKP) bergerak turun. Karena saat ini jumlah gabah kering sedang melimpah. Hal ini menjadi alarm bahaya bagi para petani, terlebih cadangan beras Bulog saat ini dalam posisi mencukupi.

Mengacu pada data BPS selama 4 tahun terakhir, harga panen padi terendah pada setiap tahunnya selalu terjadi di bulan April, dimana pada bulan tersebut terjadi panen raya.

Harga GKP di beberapa daerah utama penghasil beras, seperti di Jawa Barat dan Jawa Timur, sudah berada di bawah harga acuan pembelian yang dipatok pemerintah. Menurut Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag Nomor 27 Tahun 2017, dipatok harga pembelian GKP di tingkat petani sebesar Rp 3.700 per kg.

Kondisi yang sudah sedemikian membuat petani rugi, dikhawatirkan akan terus terjadi dan terus memburuk seiring meningkatnya produksi GKP dari pertambahan luas sawah yang dipanen. Sedangkan di Jawa Barat sendiri, panen sepertinya masih akan berlangsung lebih lama. Dan semakin mendekati puncak panen raya, harga gabah diperkirakan semakin menurun. 

Kondisi ini tentu tidak bisa dibiarkan, agar petani kita tidak kelojotan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline