Lirih senandung ku dengar
Di antara derit pintu kamar
Bait-bait cerita terlempar
Di antara kisah yang terkapar.
Mata ini tak henti menatapmu
Mulut mungilku berisik mencari tahu
Merekah bunga-bunga indah kala itu
Tak nampak duri di balik kakiku.
Melanglang pikirku berkelana
Terpampang senyum polos tanpa gundah
Mengitari permadani dari sudut sini ke sana
Menikmati sedapnya hidangan semesta
Dari suapan tangan ratu dunia.
Senyap kini mengalirkan sepi
Tak lagi terekam kias makna narasi.
Menggenggam jutaan harapan
Di malam-malam hening dilangitkan
Hanya untuk satu tujuan
Bahagiaku di tiap keadaan.
Bolehkah saat ini ku tanyakan?
Asa apa yang belum tersampaikan?
Dari kalimat suci yang kau kirimkan
Bolehkah sekarang ku utarakan?
Kata-katamu adalah candu menenangkan
Meski terlambat aku mengucapkan
Meski jemari tak mampu bertautan
Meski peluk tak lagi terwujudkan
Wujud sayangmu kan tetap kurasakan.
Mojokerto, 20 Maret 2022
Mich
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H