Lihat ke Halaman Asli

Sri Rahayu

Menyukai literasi

Oh Ternyata

Diperbarui: 16 Agustus 2023   22:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini aku pergi sendirian naik kereta ke Surabaya karena ada urusan pekerjaan. Aku nggak pernah naik kereta luar kota jadi ya emang agak bingung dan nanya-nanya orang di stasiun Gambir. Sementara tiket sudah dibelikan sacara online sama anak perempuanku. Jadi aku tingal jalan saja. Mobil kuparkir di stasiun Nambo, rumahku ya sekitar 4 km dari stasiun ini. Naik KRL menuju stasiun Gondangdia terus naik ojek ke Gambir. Kalau KRL Jabodetabek adalah trasnportasi terfavorit bagiku karena jadwalnya on time dan tidak terkendala macet. Tapi ya itu kelemahannya kalau jam-jam masuk atau pulang kerja pasti berjubel, sejauh ini sih nyaman aja. Kayaknya juga nggak di Indonesia saja kalau jam-jam sibuk padat. Di Eropa sekalipun menurut cerita anak saya yang kuliah 4 tahun di sana juga sama kok, angkutan umum akan berjubel pada saat jam sibuk. Top lah bagi pemeintah yang sudah menyediakan jasa KRL hinga sampai sebagus ini serta senyaman ini.

Masuk stasiun Gambir persis orang hilang, bingung nggak tau arah. Sudah lama benget aku nggak ke sini. Secara sekarang stasiunnya sudah sangat bagus. Tanya sana sini akhirnya aku menemukan tempat menunggu kereta tujuan Surabaya. Tidak berapa lama kereta yang ditunggu sudah sampai dan lagi-lagi bingung dengan gerbong sesuai dengan urutan nomernya. Untungnya petugasnya baik-baik dan mau membantuku.

Dan akhirnya aku bisa duduk dikereta cepat menuju Surabaya. Pertama kali nih naik kereta yang keren begini. Kebetulan sebelahku kosong dan nggak tau kenapa aku kok dapat bangku yang berhadapan. Tepat di depanku ada sepasang suami istri yang sudah lanjut usia terlihat duduk berdua sangat mesra. Jadi cemburu aku. Aku senyum pada mereka dan merekapu membalas senyumku. Tampak sangat bahagia, mereka berpegangan tangan dan si ibu menyandarkan kepalanya di bahu bidang suaminya. Masih terlihat sangat tampan dan si ibu juga cantik banget padahal usianya mungkin sudah diatas tujupuluh tahun. Mukanya sangat terawat dengan dandanan yang natural tapi memancarkan keanggunan. Ada terlihat kerutan-kerutan tipis dimukanya yang menambah daya tarik tersendiri wanita ini. Sementara sang lelaki dengan menggunakan mantel coklat krem nampak mempunyai kharisma dan ini pas muda pasti jadi rebutan cewek-cewek. Mukanya bersih dan punya karakter smiling face, adi tampak enak dipandang.

"Kalau saja suamiku masih hidup. Ingin rasanya aku bisa menua bersama seperti mereka. Bisa jalan-jalan berdua, menikmati masa tua dengan bahagia. Namun Tuhan berkehendak lain. Ya sudahlah." batinku yang iri melihat mereka sangat serasi dan terlihat rukun. Kupalingkan mukaku ke jendela kaca disampingku melihat sekitaran stasiun Gambir yang ramai hilir mudik banyak orang, entah pada mau kemana mereka. Rasa sepi menyelimuti jiwa. Nggak terasa butiran air keluar dari sudut mataku.

"Tissuenya dik" si ibu menyodorkan tissue kepadaku

"Terima kasih banyak bu" jawabku seraya menerima tissue dari si ibu

"Nama saya Erna dik"

"Saya Wati bu" kuhapus air mataku. Aku menjadi kikuk. Ternyata dari tadi mereka memprehatikan aku.

"Mau kemana bu?" kulanjutkan pembicaraanku agar aku tidak ditanya macam-macam

"Aku mau ke Semarang dan bapak mau ke Surabaya. Ya kan Pak" bu Erna mencubit pipi lelaki yang ada di sebelahnya dengan mesra dan saya yakin pasti itu suaminya, sementara si bapak terlihat tersipu dan hanya menganggukan kepala

"Oh iya beliau namanya pak Usman" lanjut bu Erna

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline