Aku dibesarkan dan bersekolah di Jawa Tengah di sebuah kota kecil di Pati. Setelah menyelesaikan kuliah, aku berusaha mencari pekerjaan sesuai bidangku untuk menjadi guru di kota kelahiranku (Aku kuliah di FKIP Bahasa Inggris di sebuah Perguruan Tinggi Swasta). Tapi alhasil. Semua SMP dan SMA baik swasta maupun negri sudah ku kirimi lamaran bahkan aku datangi langsung tapi tak satupun yang menerima aku sebagai guru (biarpun hanya sekedar guru honorer). Aku malah lebih nekat lagi mendatangi beberapa pemilik yayasan sekolahan tapi tanpa hasil juga. Mereka menolak lamaranku.
Pada saat aku sedang bingung belum mendapatkan pekerjaan, datanglah budeku (kakak dari bapakku yang tinggal di Jakarta) mengajakku untuk bekerja di Jakarta. Katanya ada sebuah perusahaan trading makanan yang butuh sekertaris, syaratnya bisa bahasa Inggris. Hanya dibekali ibukku uang saku sepuluh ribu rupiah, aku berangkat ke Jakarta bersama budeku. Sebenarnya kalau aku boleh jujur, aku nggak mau pergi ke Jakarta. Apalagi harus kerja di Jakarta. Jakarta udah sumpek. Dan anjuran pemerintah juga kan tidak boleh menambah penduduk datang ke Jakarta. Tapi kalau kasusnya begini, bagaimana dong ? Mau nggak mau kan harus mau. Daripada nganggur di Jawa dan menambah beban hidup orang tua.
Bulan pertama aku tinggal di rumah kerabatku di daerah Jembatan Besi di perumahan kumuh. Tak pernah kubayangkan sebelumnya kalau di Jakarta ada tempat yang seperti ini. Bayanganku waktu tinggal di Jawa, Jakarta adalah kota yang megah, semua rumah besar -- besar dan penuh dengan gemerlap tanpa ada yang susah. Ternyata benar kata teman -- teman kuliahku dulu melarang aku ke Jakarta dan mereka bilang " Nita, nggak usahlah kamu ke Jakarta. Memangnya di Jawa sudah nggak ada pekerjaan lagi. Perlu kamu pikirkan bahwa Jakarta itu tidak seindah yang pernah kamu lihat di TV "
Di sini aku lihat banyak sekali kejahatan, kemiskinan, kekerasan dan banyak lagi hal -- hal yang tidak bagus yang tidak pernah aku jumpai di Jawa. Biarpun begitu aku sangat menikmati pekertjaanku. Aku bekerja pada sebuah perusahaan trading di Jakarta Utara sebagai sekertaris. Aku mulai belajar banyak karena perusahannya tidak terlalu besar dan kebetulan aku bisa cocok dengan pegawai lama. Aku cepat menguasai pekerjaan, dari terima order dari pembeli, menghubungi supplier, menerima barang, menerbitkan invoice, loading container dan pengurusan shipping document. Semua dapat aku kuasai dalam waktu singkat. Masuk kerja jam 8 pagi dan pulang jam 5 sore. Sampai di rumah jam 6 sore. Masih terlalu sore untuk duduk manis di rumah nonton TV. Di Jawa aku menjalankan semua aktivitas mulai jam 7 pagi dan kembali ke rumah lagi jam 9 malam (pagi ngajar, sore kuliah dan malam ngasih les private). Jadi rasanya BT banget jam 6 sudah harus tinggal di rumah. Padahal kan harusnya aku masih bisa cari tambahan uang atau paling nggak mencari sesuatu yang lebih berarti daripada hanya nonton TV atau bercanda saja ????
Seperti hari kemarin, hari ini aku datang ke kantor jam 8.30 pagi. Menjalankan aktivitas seperti biasa. Hari ini akan ada stuffing atau muat barang ke container makanya gudang tampak ramai. Dan boss pasti datang pada saat loading. Ada teman yang kerja di rumah boss juga datang untuk membantu loading. " Hai Pur, apa kabar ? " sapaku
" Hai juga, sibuk banget ya... "
" Ah nggak juga. Anak boss itu klas berapa sih ? " Tanyaku menyelidik
" Yang pertama namanya Jeany kelas tiga SD, yang kedua namanya Shalsa kelas satu SD dan yang bontot laki -- laki namanya Rendy TK kecil masih di asuh suster " jelas Pur
" Begini Pur, aku kan lulusan keguruan. Dulu aku juga ngajar SD waktu aku masih kuliah. Emmm kalau nggak keberatan tolong bilang Boss dong aku mau ngelesin kedua anaknya kalau malam. " Kataku. Aku memilih bicara dengan Pur karena dia sudah kerja lama di perusahaan ini dan juga merangkap kerja di rumah boss jadi hubungannya sudah akrab (sedangkan aku kan baru kerja satu bulan di sini, jadi nggak enak kalu bicara langsung denagnnya).
"Baiklah, ntar hasilnya kukabarin ya. Aku ke gudang lagi ya. Mau beresin barang -- barang yang mau di loading "
Aku masuk ek ruangan untuk membereskan list barang yang akan di muat sementara Pur menghilang di gudang di antara tumpukan -- tumpukan kardus yang tinggi.