Lihat ke Halaman Asli

Sri Hayani

Kadang ingin menulis

Tradisi Lisan: Maca Syekh di Pandeglang Banten

Diperbarui: 14 Oktober 2021   20:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi maca syekh, foto: kebudayaan.kemendikbud.go.id

Di setiap daerah di Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut merupakan ciri khas dan identitas suatu bangsa. Salah satunya provinsi Banten, memiliki budaya yang beraneka ragam di setiap Kabupaten/Kotanya. Salah satu budaya yang akan penulis bahas kali ini yaitu budaya yang berada di kabupaten Pandeglang.

Kabupaten Pandeglang ini berbatasan dengan Kabupaten Serang di utara, Kabupaten Lebak di Timur, serta Samudra barat dan selatan di Indonesia. Wilayahnya juga mencakup Pulau Panaitan (di sebelah barat, dipisahkan dengan Selat Panaitan), serta sejumlah pulau-pulau kecil di Samudra Hindia, termasuk Pulau Deli dan Pulau Tinjil. Semenanjung Ujung Kulon merupakan ujung paling barat Pulau Jawa, dimana terdapat suaka margasatwa tempat perlindungan hewan badak bercula satu yang kini hampir punah dan merupakan icon/ciri khas Kabuoaten Pandeglang (Profil Kabupaten Pandeglang (bppt.go.id).

Kabupaten Pandeglang termasuk daerah yang dikelilinngi oleh lautan atau pantai. Banyak sekali tempat wisata yang menjanjikan pesona alam yang masih terjaga keasriannya, yang akan memanjakan mata para wisatawan. Walau pun salah satu tempat wisata, Kabupaten Pandeglang ini masih menjaga adat istiadat atau kebudayaan di daeranya.

Terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berada di Kabupaten Pandeglang yang dominan bersifat reiligius, mengingat kabupaten di bawa oleh para ulama pada saat itu. Beberapa kebudayaan atau kesenian tradisi religi (Islam) yang tersebar di daerah Pandeglang diantaranya adalah Rampak Bedug, Qasidah Rebana (tradisional), Dzikir Saman, Angklung Dodod, Gedebus, Gendreh, Patingtung/Turumbu, Rudat, Terebang Ngarak, Ubrug, Terebang Dekem, Maca Syekh/Wawacan, Calung Renteng (https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar/kajian-nilai-pada-tradisi-maca-syekh-di-kabupaten-pandeglang-provinsi-banten/). Namun yang akan penulis bahas kali yaitu tradisi lisan Maca Syeh di Pandeglang. Sebelumnya penulis akan shareing/berbagi sedikit mengenai yang di maksud tradisi lisan tersebut.

Tradisi lisan termasuk bagian dari sastra lisan. Sastra lisan adalah suatu adat istiadat atau kebudayaan suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun melalui lisan. Sama halnya dengan tradisi lisan yaitu sama-sama mewariskan budaya secara lisan. Bedanya kalau tradisi lisan itu kegiatannya atau kebiasaan suatu masyarakat untuk menyampaikan atau mewariskannnya.

Secara etimologi, kata 'Maca' berasal dari bahasa sunda yang artinya 'membaca'. Sementara kata 'Syekh' sering merujuk pada nama panggilan untuk orang Arab atau tokoh ulama yang memiliki pemahaman yang tinggi dalam ilmu agama Islam. Dalam tradisi lisan ini, kata 'Maca' merupakan membaca naskah yang bertuliskan bahasa Arab pegon (tulisan bahasa arab yang menncirkan bahasa sunda ataupun jawa). Jadi, Maca Syekh merupakan suatu kegiatan yang bersifat religius yang berisi menceritakan para nabi atau para ulama muslim yang berjasa. Tradisi ini dilakukan untuk mewariskan kepada generasi selanjutnya. Supaya mengenal para nabi atau ulama-ulama besar yang berjasa dalam agama Islam.

Maca Syekh dilakukan dengan cara membaca naskah bahasa arab pegon yang biasanya disampaikan seperti membaca syair dengan campuran bahasa yaitu bahasa Sunda dan Jawa. Maca Syekh di Pandeglang ini biassanya disampaikan pada hari atau acara-acara tertentu saja. Seperti acara sebelum pernikahan aka nada kegiatan seperti ritual yaitu Maca syekh yang bertujuan untuk mendapatkan keberkahan "biasanya sehari sebelum pernikahan atau acara besar itu ada Maca syekh dulu agar mendapatkan keberkahan dan dilancarkan" kata ibu Nurmah,salah satu masyarakat setempat. Hal ini berdasarkan kepercayaan suatu masyarakat di daerah tertentu.

Maca syekh ini jarang ditemui, disampaikan atau dilakukan oleh para pemuda, karena kurangnya minat para pemuda untuk mempelajarinya. "mungkin naskah tulisanya bahasa arab pegon jadi membuat para pemuda kurang minat untuk mempelajarinya begitu, jadi kalau ada Maca syekh ini biasanya saya" kata Pak ustad eyet, salah satu ustad yang sering melakukan Maca syekh tersebut. Selain para pemuda yang kurang minat untuk mempelajari Maca syekh karena bertuliskan bahasa arab pegon. Ternyata ada lagi faktornya yaitu tradisi ini hanya di temukan di daerah- daerah terpencil. Oleh karena itu akan menjadi kendala dalam melestarikannya.

Maca syekh tidak hanya berkaitan keagamaan namun sudah menjadi budaya atau tradisi yang mencerminkan kehidupan. Selain itu Maca syekh juga merupakan budaya daerah yang memberikan sumbangsih untuk kekayaan dalam kebudayaan di Indonesia. Oleh karena itu, diharapkan Maca Syekh di Pandeglang ini ditemukan para pemuda yang melakukan tradisi lisan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline