Hari ini kita memperingati hari raya Waisak. Hari besar untuk umat Budha. Karena di Indoensia ada peninggalan / tempat suci Budha yang amat fenomenal yaitu Candi Borobudur, maka sebagian bhiksu dari beberapa negara tetangga datang ke Magelang Jawa Tengah.
Hal yang patut kita perhatikan adalah, selama perjalanan itu, para bhiksu memperoleh perhatian dari banyak warga Indonesia, yang bersimpati atas mereka. Ada yang memberi tumpangan istirahat, membersihkan badan sampai menginap. Kita bisa bayangkan, melintasi beberapa negara dengan berjalan kaki, memang sangat melelahkan dan bhiksu thudong adalah para bhiksu yang datang ke Borobudr dengan berjalan kaki.
Keanekaragaman agama dan masyarakat Indonesia dalam perjalanan parabhiksu itu tentu juga menarik perhatian para pelnacong maupun media. Tak jarang mereka mendapat tawaran istirahat di gereja, di rumah penduduk sampai di teras dan halaman masjid. Meski kepercayaan berbeda, sang pemberi tumpangan ikhlas melakukan itu semua.
Hal ini mencerminkan bahwa Indoensia sangat terbuka dan menghargai para pemeluk agama yang berbeda dengan agama mayoritas. Terlebih secara sejarah Nusantara yang kini menjadi Indoensia, budha dan Hindu sempat menjadi agama besar di wilayah ini.
Ini tentu dicatat oleh media dan para peneliti. Bahwa keanekaragaman Indoensia dan keramahannya tidak hilang begitu saja dari bumi Nusantara, malah ini bisa menjadi semangat untuk bersinergi demi Indoensia damai. Terlebih selama beberapa dekade ini kita sering diganggu dengan faham transnasional yang merusak rasa toleransi kita. Rasa menghargai dan menjadi satu keluarga dalam rumah Indonesia, menjadi rusak hanya karena beberapa pihak menyelipkan ideologi transnasional lewat beberapa cara diantaranya pendidikan dan beberapa ormas yang kini dilarang pemerintah.
Tapi rumanya perusakan itu berlanjut dengan selalu adanya sikap-sikap intoleransi bahkan radikalisme yang ada dalam masyarakat. Malah di beberapa tempat itu menjadi sikap mengerikan karena kebencian terhadap umat lain atau pihak yang berbeda tertanam beberapa puluh tahun laman ya. Kegenrian sikap intoleransi bahkan tindakan radikal pernah kita saksikan pada bom Surabaya yang dilakukan oleh satu keluarga dengan melibatkan anak-anak.
Marilah pada peringatan Waisak yang berhimpitan dengan hari Kebangkitan Nasional ini memberikan momentum bagi kita untuk merenungkan dan memperkuat jati diri sebagai bangsa yang besar. Nasionalisme yang sehat adalah antidot terhadap radikalisme. Dengan memahami dan menghargai sejarah perjuangan bangsa serta mengamalkan nilai-nilai toleransi dan kedamaian, kita bisa menjaga keutuhan NKRI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H