Lihat ke Halaman Asli

Para Pendidik Ujung Tombak Perilaku Toleransi

Diperbarui: 6 Mei 2023   22:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru Mengajar - sumeks.disway.id

Setiap tanggal 2 Mei kita selalu memperingati Hari Pendidikan Nasional. Tahun ini Kemdikbudristek mengumumkan tema Hardiknas 2023 "Bergerak Bersama Semarakkan Merdeka Belajar." Melalui Merdeka Belajar ini diharapkan pendidikan di Indonesia agar dapat menuntun bakat, minat, dan potensi peserta didik. Pendidikan nasional memiliki amanat fundamental dalam menyelesaikan persoalan bangsa, salah satunya menyangkut kerukunan antar elemen masyarakat yang akhir-akhir ini sering ternodai. Sebagai sektor yang berperan menyiapkan generasi penerus, pendidikan menentukan wajah bangsa kita di masa yang akan datang.

Intoleransi dalam dunia pendidikan adalah masalah yang sering terjadi di Indonesia. Intoleransi bahkan menjadi satu dari tiga dosa besar dalam dunia pendidikan, bersanding dengan perundungan dan kekerasan seksual. Intoleransi dapat terjadi antara siswa dengan siswa lainnya, antara siswa dengan guru, antara guru dengan guru, atau antara sekolah dengan sekolah lainnya. Intoleransi dapat muncul dalam berbagai bentuk seperti rasisme, seksisme, diskriminasi agama, atau diskriminasi lainnya. Intoleransi dapat memiliki dampak yang buruk pada lingkungan belajar, kesehatan mental siswa, dan pencapaian akademik mereka.

Sekolah, tempat di mana seharusnya anak-anak belajar untuk menerima perbedaan identitas sebagai bagian dari kehidupan, belum berhasil lepas dari ancaman intoleransi. Alih-alih sebagai tempat kegiatan belajar mengajar ilmu dan pengetahuan, ternyata malah dimanfaatkan para oknum pelaku dosa besar dunia pendidikan untuk praktek kekerasan seksual, perundungan dan intoleransi.

Sebagai pendidik, guru memiliki peranan penting dalam mendeteksi dini bibit-bibit intoleransi di sekolah, menciptakan solusi agar bibit toleransi tidak berkembang, dan menjadi agen perubahan dalam memberantas intoleransi dengan memberikan contoh perilaku toleransi itu sendiri. Pendidik harus berani mendobrak kebiasaan-kebiasaan yang bisa menimbulkan intoleransi. Pendidik punya peran yang sangat penting dalam membentuk nilai-nilai, cara pandang dan pemikiran anak didiknya oleh karena itu pemikiran dan perilaku toleran harus tertanam dalam diri pendidik, karena hanya dengan cara demikian pendidik dapat menjadi teladan bagi anak didiknya.

Selain itu, sekolah dapat memberikan pelajaran tentang hak asasi manusia, termasuk hak individu untuk bebas dari diskriminasi. Hal ini dapat membantu siswa memahami pentingnya penghormatan dan kesetaraan dalam lingkungan belajar. Pendidikan etika juga dapat membantu siswa memahami nilai-nilai moral yang penting, seperti kejujuran, integritas, dan empati.

Guru, sebagai pendidik, harus terlebih dahulu mereformasi pola pikirnya. Tentu saja hal tersebut juga harus dilakukan oleh orang tua sebagai pendidik di rumah agar selaras apa yang didapatkan di sekolah dengan apa yang ditanamkan di rumah oleh orang tua.

Kemudian, solusi konkrit agar bibit-bibit intoleransi tidak berkembang adalah dengan mengajarkan pluralisme melalui pembauran dalam tindakan nyata bukan hanya sekedar teori belaka. Sekolah dapat membuat program kunjungan ke sekolah-sekolah dengan golongan-golongan yang berbeda, melalui role play (bermain peran) drama yang bertemakan pluralisme, mengadakan bakti sosial bersama-sama dengan golongan-golongan yang berbeda. Dengan terciptanya interaksi dan keterlibatan yang mungkin belum pernah mereka lakukan sebelumnya akan membekas dan menanamkan pengalaman baik yang tak terlupakan. Dari hal tersebut kemudian akan lahir sikap saling memahami antar-golongan yang menjadi landasan cara berpikir dan sikap toleran.

 Pendidik juga harus menciptakan rasa saling menghormati dan membangun kepercayaan para peserta didik terhadap dirinya, agar supaya ketika mereka mengalami apa yang disebut sebagai tiga dosa dunia pendidikan, mereka tidak akan sungkan dan terbuka atas apa yang mereka alami.

Terlepas dari dunia pendidikan. Siapapun kita, mari tanamkan pada diri sendiri untuk menjadi teladan dan menjadi agen perubahan dengan menjadi manusia yang memanusiakan manusia. Kita putus mata rantai intoleran!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline