Banyak orang tua di Indonesia yang menyekolahkan anaknya di pesantren. Selain bisa belajar tentang ilmu agama, di pesantren juga diajarkan tentang nilai-nilai toleransi, tepo seliro dan masih banyak lagi nilai-nilai kearifan lokal yang diajarkan.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak riset yang menyatakan bahwa kelompok radikal dan jaringan terorisme mulai menyusup ke sejumlah pesantren di Indonesia. Temuan ini pun langsung menuai polemik di maasyarakat, karena dianggap tidak pro Islam, melawan Islam dan lain sebagainya.
Ketika rapat dengan pendapat dengan komisi III DPR, pada 25 Januari 2022 yang lalu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan ada 198 pondok pesantren yang terindikasi terafiliasi dengan jaringan terorisme.
Temuan BNPT ini bukan bermaksud untuk mendiskreditkan pondok pesantren, atau memberikan citra buruk pada Islam. Justru hal ini merupakan bentuk deteksi dini, yang harus kita lakukan bersama-sama, agar pesantren bisa menjalankan fungsi pendidikan tanpa terpengaruh bibit radikalisme dan terorisme.
Perlu diketahui, angka 198 pondok pesantren ini, tidak bisa diartikan semua pesantren. Kenapa? Karena berdasarkan data di kementerian agama, jumlah pondok pesantren di Indonesia mencapai 27.722.
Artinya, 198 pesantren yang terafiliasi dengan jaringan terorisme tersebut hanya sekitar 0,007 persen. Bisa jadi pesantren yang terindikasi tersebut belum terdaftar di kementerian agama.
Jadi, tidak perlu dianggap sebagai bermusuhan dengan Islam, tapi sekali lagi, harus dimaknai sebagai bentuk pencegahan dini. Karena meski jumlahnya minim, dampak dari paham radikalisme dan terorisme sangat membahayakan bagi kita semua.
Lalu, bagaimana kita bisa tahu, pesantren tersebut terafiliasi dengan jaringan terorisme atau bukan? Mari kita membuka pikiran kita. Jangan langsung menilai ini salah itu benar. Mari berpikir secara obyektif. Banyak hal yang bisa kita lihat.
Salah satunya bisa dilihat dari bahan pembelajaran yang diajarkan. Jika materi yang diajarkan mengandung paham takfiri, yang suka mengkafirkan pihak yang berbeda pandangan atau berbeda agama, itu layak dihindari. Pesantren takfiri besar kemungkinan terafiliasi dengan terorisme.
Selain itu, jika ada pesantren yang bersikap eksklusif terhadap lingkungan dan perubahan juga patut dicurigai. Terlebih jika intoleran terhadap perbedaan dan keragaman, jelas sudah terpapar radikalisme.