Seperti kita tahu, Indonesia saat ini sedang menghadapi gelombang kedua covid-19. Per 23 Juni 2021, angka kasus positif harian mencapai lebih dari 15.000 kasus. Sebuah rekor baru dalam perkembangan kasus positif selama pandemi ini. Apa artinya ini? Tentu saja diperlukan komitmen bersama, untuk terus disiplin menjaga protokol kesehatan, menjaga imun tubuh, dan tetap saling mengingatkan pentingnya untuk tidak bepergian kalau tidak terlalu penting. Tanpa Kerjasama semua pihak, niscaya penyebaran covid-19 ini akan sulit dihentikan. Tanpa kesadaran semua orang, akan sulit mengimplementasikan budaya 3 M.
Tidak hanya covid-19, salah satu yang butuh komitmen dan kerjamasa semua orang adalah radikalisme dan terorisme. Bahaya radikaisme dan terorisme ini tidak kalah mengerikan dengan penyebaran virus corona. Banyak generasi penerus mengorbankan nyawanya, hanya karena salah memahami sebuah pandangan, paham atau keyakinan. Salah mengartikan kata jihad, membuat banyak generasi muda memilih menjadi pelaku bom bunuh diri. Dan jika di total, mungkin sudah ratusan atau ribuan orang meninggal karena praktek radikalisme dan terorisme ini.
Virus radikalisme dan intoleransi ini berpotensi bisa melahirkan aksi terorisme. Pandangan yang salah dalam memahami sebuah ayat, atau pandangan tertentu, berimbas pada maraknya provokasi, hate speech, hingga perilaku intoleran. Untuk itulah, perlu komitmen semua pihak, perlu tindakan yang nyata dalam membendung propaganda radikalisme dan intoleransi, agar generasi penerus tumbuh menjadi generasi yang toleran dan tetap mengedepankan kemanusiaan.
Pemerintah sendiri telah mengeluarkan perpres no. 7 tahun 2021, tentang rencana aksi nasional penanggulangan ekstrimisme berbasis kekerasan (RAN PE). Untuk melawan radikalisme dan terorisme, tidak hanya menjadi tugas pemerintah atau BNPT, tapi menjadi tugas kita bersama dan segenap elemen masyarakat. Seringkali, pemerintah disalahkan dalam penanggulangan radikalisme, karena dianggap mendiskriminasikan mayoritas umat Islam yang ada di Indonesia. Padahal, pandangan ini muncul karena maraknya provokasi yang dilakukan oleh kelompok intoleran.
Memang saat ini intensitas aksi terorisme sedang melandai. Namun bukan berarti bibit terorisme hilang. Densus 88 masih terus sering melakukan penangkapan dan berhasil menggagagalkan rencana pengeboman. Bahkan, berbagai jaringan lama juga berhasil ditangkap. Namun, penyebaran bibit radikalisme dan terrorisme ini masih terjadi dan berpotensi mengalami peningkatan.
Perlu ada kesadaran dan komitmen bersama, untuk terus melawan penyebaran propaganda radikalisme ini. Semua pihak harus saling sinergi. Percuma ada aturan, jika antar sesama tidak saling sinergi. Sinergi pusat dan daerah harus jalan, antara ulama dan umara harus jalan, antara masyarakat dengan para tokoh juga harus jalan, antara akademisi dan pihak-pihak lain juga harus jalan. Jika semuanya saling sinergi, diharapkan akan menghasilkan kekuatan yang solid, untuk melawan penyebaran bibit radikalisme di dunia maya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H