Setelah kabinet Indonesia terbentuk dan akhirnya pihak oposisi dirangkul oleh pemerintah yang sah dengan menduduki beberapa kursi menteri, beberapa pihak yang selama ini menunggangi isu radikal dengan isu politik, muncul dan memperlihatkan sikap aslinya.
Pihak-pihak itu antara lain kaum Hizbut Tahrir yang sejatinya selama ini membungkus diri dengan isu politik untuk bisa tetap eksis dan berkembang. Hanya saja, saat oposisi masuk ke dalam pemerintahan, mereka memakai cara lain untuk kembali eksis dan membesarkan ideologi ini. Mereka melakukan dengan cara apapun untuk membuat organsisasi itu membesar dan memperoleh simpati.
Salah satunya adalah melalui seni budaya yaitu membuat film. Kita tahu beberapa saat lalu mereka meluncurkan film Jejak Khilafah di Nusantara yang berusaha untuk mengkaitkan Nusantara (Indonesia) dengan kekalifahan besar sepanang sejaah yaitu khalifah Ustmani di Turki yang eksis selama tujuh abad (abad 12-19). Khilafah Utsmani runtuh pasca perang dunia pertama yaitu 1922.
Sejak itulah beberapa pihak dengan segala cara berusaha untuk membangkitkan kembali kekhalifahan antara lain dengan munculnya al-Qaeda, ISIS, dan kemudian Hizb Ut Tahrir (di negara kita dikenal sebagai Hizbut Tahrir Indonesia(HTI).
Mereka membugkus diri dengan berbagai cara dan mendapatkan pengikut dengan cara klandestin (bawah tanah) saat orde baru maupun terang-terangan pada masa reformasi.
Kita tahu bahwa cita-cita untuk membangun ke-khalifahan itu adalah sebuah mimpi (utopia) bagi sebagian besar orang yang ingin mereka wujudkan dengan segala cara.
Hanya saja cara-cara itu seringkali dianggap penyimpang baik oleh pemerintah yang sah maupun oleh agama. Sehingga sudah pada tempatnyalah Indonesia melarang dan menolak HTI itu di Indonesia pada tahun 2017 lalu.
Sebelum Indonesia melakukan itu, negara tetangga kita yang terkenal religius yaitu Malaysia telah lebih dahulu melarang. Malaysia melarang HTI beroperasi di Malaysia pada 17 September 2015, karena organisasi itu dianggap menyimpang oleh mereka. Pemerintah Malaysia dengan tegas menetapkan jika seseorang atau kelompok ingin mengikuti gerakan pro khilafah ini harus berhadapan dengan hukum.
Islam sejatinya adalah agama damai. Cita-cita mempersatukan umat muslim sebenarnya bisa diwujudkan dengan focus pada hal-hal yang bersifat substasial, praktis dan mendukung kemajuan peradaban.
Semisal membantu pemerintah memperkuat sosial dan ekonomi, pendidikan, kebudayaan. Terlebih saat ini kita masih berjuang melawan Covid-19. Ini adalah langkah nyata yang dibutuhkan oleh negara dan dunia.
Dengan membantu pemerintah sejatinya mewujudkan persatuan umat dan menjunjung Islam itu sendiri.