Lihat ke Halaman Asli

Melindungi Masyarakat Desa dari Ancaman Radikalisme

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Desa merupakan organisasi ruang terkecil di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena ruang pemerintahan yang kecil, seharusnya desa memiliki kontrol yang baik terhadap masyarakatnya. Namun faktanya justru desa sering menjadi basis dari gerakan radikalisme di negeri ini.

 

Sejarah telah banyak mencatat banyak aksi radikalisme, baik itu separatisme maupun terorisme, berawal dari gerakan bawah tanah di desa. Beberapa faktor menjadi alasan mengapa radikalisme banyak muncul di desa, salah satu diantaranya adalah karena masih seringnya terjadi kondisi marjinal yang dialami oleh masyarakat desa. Kondisi marjinal tersebut lambat laun mampu menyebabkan pesimisme terhadap kehadiran pemerintah. Jika hal tersebut dibiarkan, bisa jadi akan tercipta rasa benci terhadap pemerintah yang mampu mendorong terjadinya aksi radikal sebagai bentuk pemberontakan.

 

Untuk mencegah hal tersebut, sebaiknya pemerintah (dan juga kita) kembali bersama menilik Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa sebagai dasar untuk melakukan pemberdayaan masyarakat desa guna selaras dengan tujuan pembangunan Indonesia yang damai sejahtera. Di dalam undang-undang tersebut terdapat 13 poin utama yang termaktub dalam azas desa, di mana inti keseluruhannya adalah mengupayakan  terbentuknya masyarakat desa yang satu padu, cerdas, dan mandiri.

 

Guna mewujudkan cita-cita di atas, diperlukan tindak cepat tanggap dari aparat desa. Hal ini dikarenakan aparat desalah yang paling tahu kondisi masyarakat di wilayahnya. Aparat desa harus aktif melakukan sosialisasi pencegahan dengan menguatkan nilai gotong royong dan tenggang rasa dalam berkehidupan di masyarakat. Sosialisasi dapat dilakukan dengan cara memberi pelatihan kemandirian kepada masyarakat, dimana bertujuan untuk mengalihkan potensi ketertarikan terhadap radikalisme menjadi ketertarikan untuk berkrrativitas di kalangan positif.

 

Mengapa pelatihan dianggap solutif dalam mencegah radikalisme di desa? Alasannya adalah karena pelatihan yang serius dari pemerintah dapat melepaskan masyarakat desa dari ancaman tingkat pendidikan yang rendah dan sekaligus mampu menekan angka kemiskinan yang sering menjadi alasan seseorang memilih radikalisme sebagai jalan pintas. Sebagaimana umum diketahui bahwa tingkat pendidikan yang rendah serta tingginya angka kemiskinan merupakan celah sering dimanfaatkan pelaku radikalisme dalam memasukkan paham-paham sesat.

 

Dengan demikian, pembinaan desa dan pemberdayaan aparatur desa merupakan hal yang sangat penting terutama untuk menjaga nilai-nilai gotong royong, kekeluargaan dan kebersamaan yang ada pada masyarakat desa. Hal ini harus segera dilakukan agar nilai-nilai budaya desa tidak semakin terkikis. Karena jika nilai budaya pada level desa hilang, maka akan berpengaruh langsung pada ketahanan sosial dan ketahanan nasional yang sangat penting bagi bangsa Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline