Lihat ke Halaman Asli

Sr Christina

Indah Rencana-Mu Tuhan, di dalam hidupku

Penghasil Kelapa, tetapi Penduduknya Tidak Suka Masakan Bersantan

Diperbarui: 6 September 2021   08:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

PENGHASIL KELAPA, TETAPI PENDUDUKNYA TIDAK SUKA MASAKAN BERSANTAN 

Philippina adalah negara pengekspor minyak kelapa terbesar nomor dua di dunia, yang mampu mengekspor sebesar 1,4 peresen dari nilai ekspor tahunan Philippina, menurut situs Commodity.com. Pagadian City adalah salah satu kota di Provinsi Zamboanga del Sur, pulau Mindanao, Philipina. yang terletak antara  perbukitan kota dan pantai yang luas dan indah dipandang dari  perbukitan kota, serta dikelilingi oleh banyak pohon kelapa. 

Mereka mengolah kelapa diambil isinya dan dikeringkan yang disebut KOPRAS (Kopra di Indonesia). Kemudian kopras dijual di pabrik pembuatan minyak kelapa terbesar di Philipina di daerah Iligan City yang letaknya sekitar 45 km dari Pagadian city. Selain itu air kelapa juga dibuat menjadi tuba (tuwak), benigar (cuka), dan kelapa dibuat mentega, minyak dan santan yang diekspor. Mereka juga memanfaatkan daun kelapa, sebagai atap rumah dan lidi, batang pohon kelapa dibuat sebagai bahan untuk membangun rumah dan lain=lain.

Satu hal yang membuat saya terheran-heran. Pulau Mindanao yang dikelilingi pohon kelapa, namun penduduknya tidak suka makanan yang berbau santan dan gorengan layaknya di Indonesia yang suka menggoreng ikan, tempe, tahu, sayur lodeh, gudeg, rendang dan lain sebagainya, sedikit sekali jenis masakan yang terbuat dari bahan kelapa. Mereka suka masakan yang di rebus (berkuah) atau dipanggang dan minyak hanya digunakan untuk menumis. 

Suatu hari teman saya orang Indonesia berulang tahun, dan ingin memperkenalkan masakan Indonesia dengan andalannya yaitu gudeg, opor ayam, sambal goreng ati rempelo serta semua masakan yang enak-enak disajikan di tempat pesta. Kami mengundang penduduk sekitar (orang philipina). Mereka senang atas undangan jamuan makan dan menghadiri acara tersebut.

Tibalah mereka mengambil piring untuk makan. Betapa terkejutnya kami ketika melihat ekspresi wajah mereka yang kurang selera untuk makan. Mereka mengaduk-aduk makanan yang terbuat dari santan dan minyak goreng. Tetapi mereka tetap menghargai kami dengan mengambil makanan sekedarnya saja. Setelah selesai makan, mereka lalu pulang. Kami merasa sedih, karena makanan yang disajikan masih tersisa banyak sekali. 

Disinilah kami boleh belajar dari pengalaman tersebut. kami berpikir meskipun mereka pengekspor minyak kelapa, tetapi mereka sulit sekali makan masakan yang berbau santan dan berminyak. Karena memang Itu bukan makanan mereka. Sedangkan di Indonesia jaman sekarang sudah sangat langka terlihat pohon kelapa, tetapi justru malah pemakan santan seperti rendang, gudeg, sayur lodeh, bubur, sambal goreng, opor dan lain-lain. 

Ada pepatah mengatakan "Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung" yang artinya dimana kita berada, haruslah mengikuti/menghormati adat istiadat di tempat tinggal kita. Refleksi bagi kami, bahwa untuk mengundang kebersamaan dengan penduduk setempat, sebaiknya tidak perlu membanggakan kehebatan kita, karena belum tentu hal-hal yang baik bagi kita bisa diterima oleh masyarakat setempat apalagi masih asing dengan kita. 

Sebaliknya, penduduk setempat akan bangga dan senang apabila kita mau belajar budaya, bahasa dan adat istiadat mereka, termasuk jenis masakan mereka. Maka untuk mengadakan acara apapun, seyogianya menyajikan apa yang menjadi budaya maupun adat istiadat penduduk setempat, karena yang akan menikmati itu bukan orang kita melainkan penduduk di sekitar kita tinggal, agar kita bisa berbahagia bersama, menikmati kebersamaan dengan penuh kedamaian. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline