Lihat ke Halaman Asli

Lardianto Budhi

Menulis itu Membahagiakan

Hari Guru yang Sunyi

Diperbarui: 5 Oktober 2019   14:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ditengah 'crowd' dentuman suara musik DJ dan jejingkrak para siswa sekolah di suatu siang, seorang guru perempuan bertanya kepada saya "kok anak-anak sekarang sukanya musik seperti ini ya,Pak?". Guru perempuan ini adalah lulusan pasca sarjana dari sebuah perguruan tinggi ternama di Indonesia, jadi agak wajar jika memiliki kapasitas berfikir kritis seperti ini, fikir saya.
Kemudian, terjadilah semacam diskusi kecil antara saya, beliau dan seorang guru perempuan yang sejak beberapa waktu berada disamping saya.

Selera orang terhadap sesuatu, termasuk musik memang berbeda-beda, tergantung pengalaman, pengetahuan, maupun lingkungannya. Ini saya sebut sebagai persepsi. Pilihan dan sikap seseorang terhadap apapun, didorong oleh persepsinya atas sesuatu itu. Persepsi dibentuk oleh informasi yang ia dapat, artinya bahan-bahan apa yang masuk ke fikirannya, itulah yang akan mengkonstruksi jenis persepsinya. Dengan kata lain, persepsi terbentuk oleh 3 variabel, yaitu : jarak pandang, sudut pandang, dan cara pandang.

Kami bertiga beromantika dengan lagu-lagu tahun 90 an, dan sebelumnya yang dari berbagai hal masih sangat beragam menawarkan pilihan. Dunia musik saat itu memberi banyak alternatif dan ruang apresiasi bagi masyarakat dalam hal menikmati musik. Slank,GIGI,Dewa,Java Jive, Boomerang, Power Metal,God Bless,Nicky Astria,Vina Panduwinata,Melly Goeslow, Iga Mawarni adalah beberapa diantaranya. Selain menawarkan hiburan, musik ketika itu memiliki tenaga cukup kuat sebagai bagian dari pembentuk wajah peradaban dan karakter masyarakat. Musik menjadi bagian dari sarana sekaligus sumber pendidikan sosial dengan 'kepedulian' nya dalam merespons geliat zaman.  

Syair-syair lagu sangat diperhitungkan sedemikian rupa sehingga orang yang mendengarkan musik akan mengalami proses internalisasi diri melalui "belajar sendiri" dengan merefleksikan syair lagu yang ia dengar. Iwan Fals, Ebiet G Ade, Rhoma Irama merupakan sedikit dari contoh pemusik dan penyanyi yang dalam hal ini sangat perkasa.

"Tapi 'kan setiap orang bisa memilih kan,Pak? Lagu-lagu kan banyak? Tapi kenapa anak-anak itu kok _ndilalah_ memilih yang seperti ini gitu,hlo..?", beliau memgejar dengan pertanyaan.
Ya, betul seperti itu..tapi perkara pilih memilih ini justru kuncinya. Bagaimana seseorang bisa memilih dengan benar jika ia tak punya pengetahuan dan pengalaman yang memadai ? Konsep, struktur dan cara berfikir dengan demikian (menurut saya) tetap menjadi faktor penting.
"Kalau demikian, berarti kecerdasan seseorang juga berpengarung,dong?" tanya Bu Guru lagi.

Diskusi kami bertiga tidak (atau belum ?) menghasilkan kesimpulan apa-apa tapi kami memiliki kesamaan pandangan bahwa sedang ada yang 'tidak beres' dengan selera anak-anak muda kita.

Bu Guru di samping saya yang sedari tadi banyak diam, tiba-tiba memecah kebuntuan, " saya kira, kalau pun ada yang salah dengan anak-anak sekarang, itu bukan sepenuhnya salah mereka. Siapa tahu, kita para orang tua ini juga tanpa sadar membentuk mereka jadi seperti ini. Mungkin pendidikan dan pembelajaran sejak dalam rumah lah kuncinya.".

Saya setuju dengan gagasan Bu Guru geografi ini. Ada kecenderungan, orang-orang sekarang melihat Sekolah sebagai satu-satunya tempat belajar, padahal, tempat dan sumber belajar bisa ditemukan dibanyak hal dan banyak tempat.
Sekolah dan para guru memiliki beban cukup berat karena cara pandang seperti ini.

Dalam banyak hal, kami menemukan paradok antara nilai dan ilmu pemgetahuan yang harus kami sampaikan, perkenalkan dan diskusikan dengan para siswa, tapi sisi lain, para siswa itu menemukan hal yang sangat berbeda dengan yang mereka hadapi dikehidupan nyata sehari-hari.

Mereka bisa mengakses media sosial dan internet dengan mudah, mereka bergaul dengan entah siapa diluar sekolah yang itu juga merupakan bagian dari proses belajar yang akan membentuk persepsi dan sikap mereka terhadap berbagai hal, termasuk persepsi dan seleranya terhadap musik.

Karena itulah, setiap orang butuh Guru. Bagi siapapun, Guru selalu diperlukan bukan saja karena ia ringkih pengetahuan dan dhoif wawasan, bahkan orang-orang hebatpun selalu butuh 'Guru'.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline