Lihat ke Halaman Asli

Redaksi

Penulis

Tingginya Angka Pernikahan Dini - Nur Khotimah "Ancaman Serius terhadap Pemberantasan Perdagangan Orang"

Diperbarui: 10 Juli 2024   14:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Suara Perempuan Nusantara Terkait Korban Perdagangan Orang Oleh RRI Mataram

Pernikahan dini adalah salah satu masalah sosial yang masih menghantui banyak daerah di Indonesia. Nur Khotimah, pendiri Suara Perempuan Nusantara, menyuarakan keprihatinannya terhadap isu ini, yang menurutnya memiliki korelasi kuat dengan meningkatnya tindak pidana perdagangan orang. Pernikahan dini tidak hanya menghambat perkembangan individu, tetapi juga menempatkan anak-anak, terutama perempuan, dalam situasi yang sangat rentan terhadap eksploitasi dan perdagangan manusia.

Mengapa Pernikahan Dini Terjadi?

Salah satu faktor utama yang mendorong tingginya angka pernikahan dini adalah kemiskinan. Menurut data BPS tahun 2021, sekitar 10,14% penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Keluarga yang berjuang secara ekonomi seringkali melihat pernikahan dini sebagai cara untuk mengurangi beban finansial mereka. Namun, solusi ini malah memperburuk keadaan, dengan anak perempuan yang menikah dini menjadi lebih rentan terhadap eksploitasi.

"Pernikahan dini sering kali dipandang sebagai jalan keluar dari kemiskinan, namun kenyataannya, ini hanya memindahkan risiko ekonomi kepada generasi berikutnya," kata Nur Khotimah dalam sebuah wawancara.

Dampak Pendidikan yang Terbatas

Anak-anak yang menikah dini hampir pasti akan putus sekolah. Menurut UNICEF, anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar untuk putus sekolah dibandingkan dengan yang menikah di usia dewasa. Pendidikan yang terputus ini membatasi peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di masa depan, meningkatkan risiko mereka menjadi korban perdagangan manusia.

"Tanpa pendidikan yang memadai, anak-anak ini tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk melindungi diri dari bahaya eksploitasi," jelas Khotimah.

Ketidaksetaraan Gender

Norma sosial dan budaya juga memainkan peran besar dalam mempromosikan pernikahan dini. Dalam beberapa komunitas, anak perempuan dianggap sebagai beban yang harus segera dinikahkan untuk mengurangi tanggungan keluarga. Ketidaksetaraan gender ini mengakar dalam budaya dan memperkuat stereotip yang membuat anak perempuan rentan terhadap eksploitasi.

Ketidaksetaraan ini diperburuk oleh kurangnya kesadaran akan hak-hak perempuan. Anak perempuan yang menikah dini sering kali kehilangan hak mereka atas pendidikan, kesehatan, dan perlindungan hukum. Hal ini memudahkan mereka menjadi target empuk bagi pelaku perdagangan manusia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline