Jumlah penyandang autis saat ini menunjukkan peningkatan. Bahkan dari tahun ke tahun peningkatan ini semakin tinggi. Yayasan Autis Indonesia menyatakan adanya peningkatan prevalensi penyandang autis, di mana jumlah anak autis di Indonesia diperkirakan 1 : 5000 anak, meningkat menjadi 1 : 500 anak, kemudian pada tahun 2013 meningkat menjadi 1 diantara 50 anak. Mudjito dalam (Daulay, 2017).
A. Pengertian Autis dan Permasalahnnya
Autism Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spektrum Autis (GSA) adalah suatu gangguan perkembangan saraf (neurodevelopmental disorder) yang ditandai dengan hambatan komunikasi sosial dan interaksi sosial pada berbagai situasi (termasuk hambatan dalam timbal balik sosial, perilaku komunikatif non- verbal yang digunakan untuk interaksi sosial, dan keterampilan dalam mengembangkan, mempertahankan dan memahami hubungan) dan juga adanya pola perilaku, ketertarikan yang terbatas maupun aktivitas yang berulang (APA, 2013) Sehubungan dengan itu (Hasnita, & Hidayati, 2017) juga yang menyatakan bahwa hampir semua anak autis seringkali ditemukan mengalami permasalahan dalam motorik halus, gerak geriknya kaku dan kasar, anak autis sering terlihat kesulitan untuk memegang, menekan, menggenggam dan menjimpit benda.
B. Dampak Permasalahan Motorik Halus
Dampak negatif jika motorik halus tidak berkembang dengan optimal, maka anak akan mengalami masalah dalam melakukan gerakan yang melibatkan motorik halus terutama untuk melakukan gerakan yang sederhana menulis, menggambar, mewarnai, dan menempel sehingga anak mengalami kesulitan dalam menulis. (Kurniawati, 2016).
Sedangkan Tarmasyah dalam (Nurjanah, 2021) juga berpendapat bahwa kemampuan motorik nantinya juga akan mempengaruhi perkembangan bahasa anak. Jika motorik anak tidak tuntas maka perkembangan bahasa anak pun juga ikut serta tidak tuntas dalam artian tidak dapat berkembang dengan sempurna.
C. Solusi untuk Mengatasi Permasalahan Motorik Halus
Berdasarkan permasalahan diatas dapat disimpulkan bahwa anak autis membutuhkan penanganan yang serius untuk melatih kemampuan motorik halusnya.
Media playdough dengan bantuan teknik modelling, teknik positive reinforcment, dan teknik prompting merupakan salah satu alternatif yang dapat dipergunakan untuk menstimulasi perkembangan kemampuan motorik halus anak autis. Berikut penjelasannya:
1. Playdough
Pemilihan media playdough untuk pembelajaran motorik dipertimbangkan berdasarkan keefektifan media playdough untuk latihan motorik halus. Tekstur playdough yang lentur dan mudah dibentuk cocok digunakan untuk latihan motorik halus.
Penggunaan playdough juga memungkinkan anak untuk melakukan berbagai aktivitas motorik halus seperti membentuk, meratakan, menggulung, memotong, dan mengikis adonan. Melalui pengalaman tersebut anak akan terbiasa untuk mengembangkan koordinasi mata dan tangan, mengontrol gerakan tangan, ketangkasan, kekuatan, dan keterampilan untuk dapat menulis. (Chairunnisa, 2022).
Sehubungan dengan pernyataan diatas pitamic dalam (Wardah, 2017) mengemukakan bahwa dalam bermain playdough, anak autis tidak hanya merasakan kesenangan saja, tetapi juga bermanfaat dalam perkembangan motorik halus anak autis.
Bermain playdough merupakan cara yang baik untuk memperkuat otot-otot jari anak, selain itu dengan bermain playdough dapat membuat anak relax sehingga menimbulkan suasana yang menyenangkan dalam melakukan permainan. Dengan bermain playdough anak autis dapat menggunakan tangan untuk membentuk adonan dengan berbagai teknik seperti menekan, menjimpit, mengepal yang dapat melatih koordinasi jari tangan.
2. Teknik Modeling
Penerapan media Playdough dilakukan dengan cara guru menunjukkan contoh hasil Playdough yang telah dibuat, kemudian meminta anak untuk mengikuti langkah-langkah secara bertahap sesuai dengan intruksi yang diberikan oleh guru. Penerapan teknik modelling ini dapat memperkuat pemahaman anak (Damayanti, 2019) karena teknik modelling menuntut seorang model melakukan perilaku sasaran secara langsung atau merupakan penokohan nyata di mana subjek pengamat mengagumi, meniru perilaku yang dilihat secara nyata.
3. Teknik Positive Reinforcement
Menurut (Rahmah, 2018) positive reinforcement adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Alasan pemilihan teknik positive reinforcement adalah memperbesar kemungkinan dilakukannya lagi perilaku yang diharapkan di masa-masa yang akan datang.
Karena dengan mengaplikasian positive reinforcement akan membuat anak merasa dihargai setiap usaha yang telah dilakukannya. Anak akan mengetahui respon dan perilaku mana yang baik dan bersifat positif, sehingga secara sadar anak akan mengulangi kembali melakukan respon dan perilakunya tersebut. (Wibowo, A. (2015).
4. Teknik Prompting
Teknik prompts merupakan stimulus yang diberikan sebelum atau selama terjadinya perilaku. Prompts berfungsi membantu terjadinya perilaku yang diinginkan, sehingga siapapun yang melakukan perilaku tersebut bisa memperoleh penguatan dari guru atau konselor (Ali & Tanasy, 2018).
Tujuan dari penggunaan teknik prompting yaitu agar anak dapat belajar secara berangsur-angsur dengan memaksimalkan sikap sehingga kesalahan yang mungkin akan terjadi sangat kecil dan dapat meningkatkan kemampuan anak dengan benar. Hendarko & Anggraika dalam (Kamil et al., 2023)
Daftar Pustaka