Seandainya aku bisa mengejar tupai di hutan kecil kami, mungkin foto tupai yang lebaran terpampang di sini. Cericitnya pagi ini mengalahkan yang suara yang takbiran sejak pukul 04.00 subuh di 1 Syawal 1441 Hijriah atau Minggu, 24 Mei 2020.
Idul Fitri kali ini di tengah angin kencang di hari terakhir Ramadhan, mungkin Allah memberi tanda, peringatan, atau nikmati situasi Covid 19 tetap bersyukur, bersemangat.
Pagi-pagi aku cuma berpikir sesegera mungkin menelpon ibuku, neneknya anak-anak. Si bungsu mau pamer sama nenek, bahwa Ramadhan kali ini ia full lagi puasa.
Celoteh lelaki kecilku usai pamer adalah, biasalah menagih janji hadiah sang nenek. Padahal hadiah sudah diberikan dua hari sebelum Idul Fitri.
"Jadi yang kemarin itu hadiah nenek."
"Yang dari ibu mana?"
Tertawa aku, sudah lupa hadiah reward harian yang diterimanya. Dan es kopi susu gula aren hari ini pun ia lupa sebagai reward, harian.
Pandemi Covid 19 ini jangan racuni anak dengan ketakutan. Beritahu sewajarnya, mereka belum paham isolasi diri, menjaga jarak, menjaga hal-hal lainnya sesuai protokol kesehatan. Santai saja, beritahu dan mencontohkan. Meski hati ibu was-was, khawatir.
Ramadhan tak bisa tarawih ke masjid, Idul Fitri juga begitu, dengan shalat Ied di rumah saja, sudah jadi pointer buat ibu berkata bijak, tentang kondisi yang ada.
Anak yang biasanya banyak bertanya, di Ramadhan dan Idul Fitri kali ini tidak banyak bertanya tentang dikurung di 2.5 bulan ini.