Lihat ke Halaman Asli

Soufie Retorika

Penyuka seni, budaya Lahat

Miris dengan Cughup Buluh

Diperbarui: 26 Januari 2019   17:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : Jembatan Selfie Cughup Buluh yang rusak diterjang banjir | Dokpri

Pertama kali penulis berarung jeram di Selangis sekitar tahun 2012 lalu dan berlanjut hingga 2017. Daya tarik Selangis beragam, di mulai dari perjalanan awal kiri dan kanan kita disuguhi tebing batu berlumut indah dan cadas yang aduhai. Jeramnya jangan di tanya sepanjang 20 kilometer yang ditempuh kala itu hingga ke Sungai  Lematang. 

Adrenalin bercampur was-was, kagum ditengahi tingkah mata mencicipi pemandangan hutan hujan tropis. Warna warni air terjun hingga kami singgah di Desa Lubuk Selo, Kecamatan Gumay Ulu, biasanya di pinggir sungai kami mencicipi secangkir kopi yang mengepul dari tungku api kayu dan lemang khas Lahat. Sajian yang tak pernah lupa, dan membuat jatuh hati pada Cughup Buluh atau air terjun bambu. 

Hanya sampai di sana, karena ternyata kekecewaan mendalam karena pengelolaan air terjun dan desa tak tersentuh bantuan pemerintah dan dana desa. Padahal mereka sudah memiliki kelompok sadar wisata (Pokdarwis). Padahal Pokdarwis Cughup Buluh sudah mengajak perangkat desa membahasnya untuk menjadi pendapatan desa, tapi diacuhkan.

Pokdarwis yang dipimpin oleh Yaumal (44) warga Lubuk Selo ini menghimpun setidaknya 20 orang yang bekerja mulai dari pemandu tamu, tukang parkir, penjaga, para penjual makanan minuman, hingga tukang ojek. "Sebetulnya jika ada solusi mulai dari akses jalan yang di aspal menuju desa, hingga dukungan pemerintah desa untuk mengembangkannya melalui dana desa akan menjadi potensi," kata Yaumal.

Sayangnya saat Pokdarwis melalui Yaumal mengajak musyawarah kepala desa hanya menanyakan income (pendapatan). Tapi tidak memberikan solusi bersama yang baik alias tidak digubris menurutnya.

Beberapa kali penulis mengajak tamu dan mengajak bertukar pendapat personil Pokdarwis terlihat, mereka sangat butuh bantuan baik belajar mengelola tempat tersebut hingga cara mereka menyambut tamu. 

Sebetulnya mereka sangat antusias belajar, tapi tidak banyak yang memberikan masukan positif dan membangun, apalagi memberikan bantuan. Hal ini yang mengendurkan semangat mereka menjadikan Cughup Buluh potensi wisata yang baik.

Warga Lubuk Selo adalah masyarakat transmigrasi Jawa dan orang asal setempat yang rajin sebetulnya, terlihat dari tata letak desa yang rapi dan bersih. 

Setiap minggu mereka sebelum membuka akses ke air terjun, ada gotong royong membersihkan jalan desa sepanjang sekitar 6 km secara swadaya dan kesadaran sendiri, pun untuk menambahi batu-batuan di jalan yang cuma mengalami pengerasan itu. Dari awal mereka berharap jalan desa diaspal tak kunjung jua terwujud. Apalagi pembangunan sarana dan prasarana di air terjun.  

dokpri

foto : jalan ke akses Desa Lubuk Selo yang becek dan rusak

Sedihnya saat banjir alias meluapnya Sungai Selangis  pada akhir pekan, Sabtu (19/1/2019) dinihari yang baru diketahui Budi (44) warga setempat yang menjaga Cughup Buluh ini keesokan harinya setelah melihat luapan air mulai turun dan menghancurkan jembatan tempat foto (selfie) warga sepanjang 15 meter, diperkirakan banjir meluap sekitar 2 meter. "Baru pagi kami tahu kalo banjir, jam berapo mulai meluap kurang tau jugo," ucapnya Sabtu (26/1/2019).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline