Pergerakan harga karet yang luar biasa anjlok membuat petani di beberapa kecamatan di Kabupaten Lahat mengeluh panjang di sepanjang 2018 ini. Sebab, uang yang berputar sehari-hari mereka sangat bergantung dari hasil perkebunan ini. Apalagi di wilayah-wilayah yang menjadi potensi tanaman perkebunan karet mengeluh.
Menurut salah satu petani di Kecamatan Gumay Ulu, Ahmad Yaumal (42) bahwa mereka sebagai petani hanya bisa mendapat penghasilan yang tak seberapa apalagi saat musim hujan kadar air yang terkandung di karet lebih banyak lebih dari 25 persen. "Harga karet harian sekitar Rp 5ribu hingga Rp 6ribu perkilogramnya," jelasnya.
Apalagi garapan dibagi dua dengan petani dan buruh tani yang menggarap, ungkap Mailan (40) salah satu petani di Kecamatan Merapi Barat. Diketahui dari informasi di lapangan rata-rata kini petani sendiri hanya 70 persen sisanya hampir 30 persen penduduk di pedesaan merupakan buruh tani.
Diketahui bahwa pertengahan Oktober 2018 harga karet sempat Rp 7ribu/kg. Rendahnya harga ini diakibatkan juga karena kualitas karet yang rendah atau kurang baik, kandungan kadar air yang tinggi dan petani sendiri tidak mendapat bimbingan untuk mendapat kualitas karet yang baik. Para petani berharap mendapat bimbingan dan back up pemerintah melalui dinas terkait. Terutama dalam pengendalian harga karet hal ini jelas bisa melindungi petani. Dari data yang diperoleh di masyarakat sendiri di kurun hampir lima tahun terakhir harga karet terpuruk, di tahun 2014 sempat harga melonjak Rp 12ribu/kg.
Terpisah keterangan dari Ir H Hapit Padli MM yang mantan petinggi di pertanian dan perkebunan di Kabupaten Lahat, yang juga merupakan ahli Fisiologi tanaman ini mengatakan bahwa kondisi saat ini karet memang sangat tergantung harga dari luar negeri karena ini komoditas ekspor. "Untuk meningkatkan harga perlu memperpendek rantai distribusi, dan kita jangan sampai menjual karet mentah," tegasnya.
Jadi solusi yang baik adalah dibuat pabrik karet olahan atau Rubber smoke sheet (RSS) atau karet lembar asapan. Bahwa Idealnya pabrik dibuat dekat dengan lokasi produksi karet rakyat dari wilayah Lahat. "Produksi paling banyak dari karet sendiri di Kecamatan Kikim area dan Gumay Talang." Ujar Hapit.
Karena baik karet dan kelapa sawit, sampai sekarang petani masih menjual barang mentah. Untuk percepatan pertumbuhan ekonomi, pemerintah harusnya mendorong untuk menjual produk turunan. Untuk ini pemerintah harus mempersiapkan infrastruktur RSS skala rakyat.
Dulu saat Hapit di Dinas Kehutanan dan Perkebunan memang ada investor ingin membuat pabrik karet olahan kecil atau ekar, tapi mereka minta lahan 5.000 ha untuk kebun inti. Padahal kita ingin mereka ambil ambil karet rakyat. "Untuk melindungi petani maka pabrik karet rakyat harus didirikan oleh pemerintah dan hak pengelolaan pada masyarakat atau koperasi atau perusahaan daerah," lanjut Hapit.
Di akhir perbincangan Hapit mengungkapkan bahwa dampak pendirian pabrik akan memangkas rantai distribusi juga menaikkan harga produk selama ini rantai distribusi dikuasai tengkulak, petani dipihak yg lemah. Untuk pemerintah Provinsi Sumsel sebaiknya mendirikan pabrik pembuatan ban dan produk turunan karet. (Sofi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H