Lihat ke Halaman Asli

Qua Vadis Provinsi Buton Raya

Diperbarui: 10 Maret 2016   22:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo saat bersalaman dengan Anggota Komisi II DPR RI Amirul Tamim usai Rapat Kerja membahas tentang RPP Desartada. Sumber: fajar.co.id"][/caption]Belum lagi daerah otonomi baru Provinsi Buton Raya itu berdiri, kembali ada hembusan angin segar Provinsi Buton Raya akan di deklarasikan pada Hari Ulang Tahun Provinsi Sulawesi Tenggara (27/04/2015) di Kabupaten Kolaka Timur. Nampaknya Provinsi eks kesultanan buton ini masih menjadi wacana politik yang seksi (ingat setiap yang sexi adalah merangsang) sehingga janji manis dan angin segar selalu dihembuskan dari mulut elite politik untuk mendongkrak popularitas dengan mencuri hati masyarakat hanya untuk melanggengkan status quo dan jualan politik tuk memuluskan hasrat pribadi tuk berkuasa, eksesnya menjadi Buton Raya hanya sebagai ‘kesadaran palsu’ dan sekedar ‘euphoria reformasi’. 

Para perumus Buton raya pun masih selalu memainkan old game dengan model old fashioned way tuk menuju pemekaran. Tak heran jika Provinsi Buton Raya ini telah dikumandangkan pendirianya berkali-kali (baca deklarasi) dari Papua hingga Jakarta itu pun hanya dalam ruang silaturahmi keluarga masyarakat buton yang diskusinya terjebak dalam pikiran involutif yang melingkar-lingkar dan hanya berkutat tentang ‘Keakuan’ Buton Raya. Sekarang hampir lebih satu dasawarsa jatuh bangunya rezim politik di Republik ini mulai dari pergantian Bupati/WaliKota, Gubernur, hingga presiden, anak yang bernama Provinsi Buton Raya pun tak pernah Nampak. Lantas apa masalahnya?

Konflik Kepentingan

Tarik ulur mengenai nama anak baru yang tengah hamil tua dalam rahim Indonesia itu sibuk dipertentangkan para elit yang mendaku Bapak Pemekaran, Identitas yang selalu bermain dalam ruang awal pemekaran selalu menjadi masalah klasik yang semestinya tak perlu diperdebatkan. Kendati itu telah selesai, embrio konflik identitas itu telah tumbuh dalam konflik kepentingan. Konflik kepentingan adalah suatu kasus khusus tentang konflik pada umumnya, yang dinyatakan sebagai suatu keadaan dimana golongan-golongan mengejar tujuan-tujuan yang tidak dapat diakurkan. Dalam kasus Buton raya, tujuan-tujuan ini ditetapkan oleh seorang luar sebagai kepentingan-kepentingan sejati dari kelompok-kelompok, dengan tiada menghiraukan seluruhnya atau sepenuhnya apa yang secara tegas dinyatakan oleh kelompok-kelompok itu sendiri sebagai nilai-nilai yang mereka anut.

Detik ini, Inisiasi pembentukan provinsi buton raya terlalu terpola dalam persepsi dan nalar fundamental codes of cultures, dimana konsekuensi dari persepsi ini selalu terfokus pada nalar dan relasi kuasa sehingga dalam perjalanannya buton raya tidaklah merupakan sebuah realitas yang terbentuk dengan sendirinya melainkan melalui proses diskursif dan rekayasa elit. Relasi kuasa tersebut kemudian berwenang menentukan mana fakta-fakta sosial yang terus dapat eksis, bahkan muncul sebagai pemenang dan menjadi mainstream (arus utama) atau mendominasi wajah realitas namun juga ada fakta-fakta sosial dan pengetahuan yang jadi pecundang’ dan terpinggirkan (pheripheri) sehingga ia bisa jadi hanya jadi noktah saja atau malah benar-benar hilang dari wajah realitas.

Konflik kepentingan mesti disudahi dengan mengedapankan atribut Keselarasan dan keterbukaan. Keselarasan dan keterbukaan informasi antara kalangan elit mesti jadi perhatian bersama, bahwa dalam pembentukan provinsi buton raya semua stakholder mesti dilibatkan, untuk tidak dituduh sebagai ‘rekayasa elit’ dan masyarakat tidak terpola dalam struktur kesadaran tempat pelbagai rujukan tindakan dan pikiran elit yang mesti diterima secara taken for granted. Provinsi Buton raya mesti menjadi platform dan pekerjaan bersama (common activity) dan memory of the future seluruh lapisan masyarakat Buton, agar pemekaran bukan saja memberikan hasil yang dikehendaki, melainkan juga berkesinambungan secara lestari.

Aksentuasi administrasi sebuah Jawaban

Dirasakan dalam warsa-warsa terakhir pembentukan provinsi Buton raya mirip dengan konsep negara teaternya -Clifford Geertz, dimana wacana pemekaran hanya diaksentuasikan dalam tontonan panggung-panggung, seluruh upacara merupakan demonstrasi yang diulangi dengan beribu-ribu cara, dengan beribu-ribu citra tentang betapa digdayanya hirarki namun perlu dimaklumi mengapa perlu menggelar setiap acara dari suatu komunitas yang menjadi pendukung utama ideologinya. Selanjutnya, variabel lain yang kiranya sangat penting dan berpengaruh bagi pemekaran adalah aksentuasi administrasi. Aksentuasi diartikan sebagai mengutamakan atau penitikberatan (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia), dan administrasi adalah causa prima dari proses politik yang panjang dari pembentukan provinsi Buton raya.

Jika merujuk undang-undang 32 tahun 2004 tentang pemekaran daerah yang menjadi administrasi syarat pementukan provinsi baru adalah harus meliputi syarat administratif, fisik, dan tekhnis kewilayahan. Syarat administratif tersebut meliputi adanya persetujuan DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD Provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri, syarat tekhnis mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, dan syarat fisik meliputi paling sedikit lima kabupaten/kota, lokasi calon ibu kota, sarana dan sarana pemerintahan. Kesemua syarat tersebut bersifat akumulatif, artinya keseluruhan dari administrasi tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh.

Reaktualisasi administrasi inisiasi pembentukan provinsi buton raya dirasa perlu sebagai arus utama untuk mempercepat proses pemekaran, Paska lahirnya Buton Tengah dan Buton Selatan tak ada lagi alasan cakupan wilayah kabupaten yang kurang. Semua telah bersatu padu. Sehingga tuntutan syarat-syarat formal pemekaran telah dipenuhi. Memory of understanding mesti segera dilakukan antara kepala-kepala daerah dan DPRD inisiasi pembentuk provinsi buton raya untuk menjadi langkah real agar tidak terjadi lagi kesimpang siuran isu dan wacana yang bisa membawa kembali kearah ‘kebiasan’ dan pemantik medan konflik, ataupun menjadi black isue dari person man yang butonraya phobia.

Pemekaran hanya benar-benar berkualitas perubahan, apabila tidak terjatuh menjadi hegemoni. Ia membutuhkan kebersamaan dan sasaran yang jelas. Tanpa adanya kebersamaan dan sasaran yang jelas ia akan menjadi gerakan menantang kemapanan. Buton raya engkau ibarat anak dalam kandungan ibu yang tengah hamil tua, Entah kapan engkau lahir jika hanya dideklarasikan dari panggung satu ke panggung yang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline