Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sekaligus Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Said Abdullah menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur dan hilirisasi belum mampu mengubah haluan ekonomi Indonesia agar nilai ekspor dapat lebih tinggi.
Hal tersebut disampaikan Said dalam Rapat Penyampaian Pemerintah Atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, Selasa (4/6/2024).
Rapat ini membahas beberapa agenda strategis yang perlu dilanjutkan oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto dalam melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Berkaitan dengan hal tersebut, Said mengatakan bahwa tingkat investasi dalam menghasilkan barang dan jasa juga belum efisien. Hal tersebut turut terlihat dari angka koefisien Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang semakin naik.
"ICOR kita pada 2014 tercatat 5,5. Setelah hampir sepuluh tahun menggelorakan pembangunan infrastruktur, skor ICOR kita malah naik di kisaran 6,5 pada 2023," ujar Said dalam siaran persnya, Selasa. Bahkan, kata Said, angka ICOR negara-negara peers justru lebih rendah jika dibandingkan dengan Indonesia, seperti Malaysia di angka 4,5; Thailand di angka 4,4; Vietnam di 4,6; serta Filipina yang berada di angka 3,7. "Data itu menjelaskan, setiap penambahan Rp 1 miliar output dibutuhkan tambahan investasi sekitar Rp 6,5 miliar. Sementara negara-negara peers hanya di kisaran Rp 3-4 miliar," jelas Said.
Menurut Said, pembangunan infrastruktur dan investasi sumber daya manusia (SDM) beserta teknologi seharusnya dapat menurunkan koefisien ICOR nasional.
Berkaitan dengan hilirisasi, Said berkata bahwa program tersebut harus dapat menjadi tumpuan untuk menjadikan Indonesia negara industri. Oleh sebab itu, hilirisasi perlu menjadi pedoman baru bagi kebijakan ekspor maupun pengelolaan devisa. Ia pun mendukung penuh agar pemerintah dapat lebih tegas dalam mengubah tata kelola devisa untuk kepentingan nasional.
"Selama ini ekspor bahan mentah lalu beli lagi ketika menjadi barang jadi, dan puluhan tahun kita lakukan ini. Kita juga belum merasakan manfaat devisa atas hasil ekspor. Mereka mengambil kekayaan alam kita, tetapi memarkir devisanya ke luar negeri," tutur Said.
Di samping itu, Said menyebut, insentif pajak atas kebijakan hilirisasi perlu diimbangi dengan kewajiban untuk menyerap tenaga kerja Indonesia, alih teknologi, dan memperluas cakupan industri nasional.
Hal ini bertujuan agar pengelolaan sumber daya alam dapat memberikan nilai tambah bagi kemakmuran rakyat. Tidak hanya itu, Said mengungkapkan bahwa pemerintah perlu mewaspadai adanya fenomena deindustrialisasi.