Sebelum menetahui terkait pandhalungan, perlu diketahui akulturasi budaya di Jember. Akulturasi budaya merupakan proses dimana masyarakat yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda serta mengalami perubahan oleh kontak yang lama dan langsung, tetapi dengan tidak sampai kepada percampuran yang komplit dan bulat dari kedua kedudayaan tersebut. Jember disebut kota Pandhalungan salah satunya karena wisata yang dimiliki yaitu Tanjung Papuma dan Pantai Watu Ulo.
Apa itu pandhalungan? Apakah sama dengan akulturasi? Pandhalungan merupakan kebudayaan yang diidentik untuk wilayah Tapal Kuda. Pandhalungan secara terminologi melainkan sekedar memberikan istilah Madura Jember untuk para imigran yang menggunakan bahasa Jawa logat Jember. Selain itu, padhalungan dapat didefinisikan sebagai suatu reaksi terhadap adanya hubungan antar-etnis yang berasal dari masing-masing kebudayaannya serta peranan sosialnya sehingga menghasilkan budaya hybrid.
Munculnya Pandhalungan di Jember tidak terlepas dari segi historisnya. Pasca diterapkannya Jember sebagai afdeling independent mengakibatkan didirikannya berbagai macam sarana prasarana sehingga mengakibatkan gelombang migrasi berbagai etnis, seperti Jawa, Madura, dan etnis lainnya. Di sisi lain, dibukanya perkebunan partikelir mendorong bertambahnya tenaga kerja untuk menggarap komoditas tanaman perkebunan. Akulturasi terbentuk karena adanya tarian, bahasa jemberan, makanan, dan seni musik jemberan.
Tarian yang dimaksud salah satunya ialah Tarian Lahbako. Tarian Lahbako merupakan tarian tradisional yang menggambarkan petani yang sedang menanam dan mengolah tembakau. Dimana tembakau merupakan komiditi ekspor wilayah Jember selain kopi, karet, dan kakao. Sedangkan bahasa Jemberan yang dimaksud ialah terdapatnya beberapa kata pengulangan dalam bahasa Jemberan pada pelafalannya tidak disampaikan secara utuh, seperti ku-mlaku (jalan-jalan).
Keunikan lainnya dalam bahasa Jemberan menciptakan kata baru bahkan terdapat kata tambahan boh untuk menunjukkan rasa terkejut terhadap sesuatu dalam bahasa Madura. Atsa keunikan bahasa tersebut menjadikan Jember memiliki ciri khas tersendiri jika dibandingkan dengan dua daerah Tapal Kuda lainnya seperti Bondowoso dan Situbondo yang sebagian besar masyarakatnya menggunakan bahasa Madura dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun nilai yang terbentuk adalah nilai inklusifitas, nilai mendahulukan dialog, dan nilai menghargai perbedaan. Nilai inklusifitas merupakan aspek kehidupan bermasyarakat diharuskan belajar dan menerima adanya perbedaan. Selain itu dalam nilai ini juga diharapkan mampu untuk menjaga kepercayaan, saling memahami, dan menghargai.
Dalam kebudayaan Pandhalungan di Jember, tiga komponen tersebut dapat ditemukan dalam pertunjukan kesenian dan bahasa yang digunakan oleh masyarakat. Berbeda dengan nilai mendahulukan dialog, dimana dialog natar personal berperan sebagai perantara untuk meminimalisir miss communication. Imbangnya antara masyarakat dari etnis Madura dan Jawa di Jember menghasilkan dialek Jawa Jemberan.
Tujuan dari penggunaan bahasa tersebut ialah untuk memudahkan komunikasi antara orang-orang Madura dan Jawa. Kemudian nilai menghargai perbedaan dimana dalam kehidupan yang beragam membutuhkan sikap sosial yang positif untuk membina kebersamaan dan sikap menghargai perbedaan. Sikap menghargai perbedaan dapat di wujudkan berupa empati, simpati, toleransi, menghilangkan prasangka buruk, dan menghindari stereotip dalam masyarakat.
Penulis: Sophia Glory Odelin Siahaan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H