Lihat ke Halaman Asli

Erikson Wijaya

ASN Ditjen Pajak- Kementerian Keuangan. Awardee LPDP PK-160. A Graduate Student of Business Taxation at The University of Minnesota, USA (Fall 2020).

Menangkal Korupsi Sektor Bisnis Melalui Pajak, Apa Bisa?

Diperbarui: 25 September 2020   03:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: cipe.org

Ada banyak sumber penyebab terjadinya praktik korupsi di negara ini, dan yang terdekat dengan perkara pajak adalah sektor bisnis. Korupsi di sektor ini memiliki daya rusak yang tidak kalah jika dibandingkan sektor lain.

Mari kita sebut saja, ketimpangan ekonomi, ketidakstabilan sosial di masyarakat, sampai lebih jauh lagi, ia bisa menjadi pintu masuk menuju pintu kerusakan yang lebih besar yakni politik dan kekuasaan.

Indonesia punya banyak pengalaman bagaimana korupsi di sektor bisnis telah menjadi isu nasional antara lain: kasus Innospec (dugaan suap proyek pengadaan bahan bakar), Kasus Kuota Impor Sapi, Kasus Alih Fungsi Hutan Riau, dan Kasus Pengadaan PLTS.

Dengan modus suap dan gratifikasi, korupsi di sektor ini acap kali sudah menjadi ranah Korupsi Besar (Grand Corruption) dimana motif terjadinya hal tersebut tidak lagi muncul sebagai akibat pendapatan yang tidak memadai melainkan karena keserakahan (greed). 

Di saat yang sama, sektor bisnis, sebagai suatu sektor yang begitu dekat dengan sistem perpajakan, tidak bisa dihindari akan selalu menjadi mitra bagi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dalam memenuhi target penerimaan negara melalui pajak.

Dengan pemahaman yang sama bahwa korupsi di sektor bisnis adalah suatu hambatan yang dapat menghalangi tercapainya tujuan tersebut, maka sudah sewajarnya korupsi di sektor bisnis didudukkan sebagai musuh bersama dan upaya untuk mencegah dan memberantas korupsi juga harus dilakukan dengan mengajak serta sektor swasta.

Kebijakan dan sistem perpajakan yang seirama dengan gagasan tersebut, dalam hal ini pajak dapat menjadi salah satu katalis yang tepat sebagai alat penangkal terjadinya praktik korupsi oleh korporasi. Pertanyaanya kemudian, dengan cara apa?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita teropong titik-titik sentral dimana sektor bisnis memiliki kelapangan ruang untuk menyalahgunakan sistem perpajakan demi kepentingan pribadi atau kelompok. Dari pengalaman dan pemahaman penulis sebagai petugas pajak dan mahasiswa jurusan bisnis perpajakan, setidaknya (but not limited to) titik-titik tersebut dapat diidentifikasi menjadi tiga ranah sebagai berikut:

  1. Pembebanan biaya fiktif atas praktik penyuapan, gratifikasi, dan uang kompensasi lainnya untuk aparat (petugas atau pejabat);
  2. Penyelewengan atas pajak yang sudah dipungut dari lawan transaksi untuk dengan sengaja tidak disetorkan ke Kas Negara demi kepentingan pribadi; dan
  3. Rekayasa negatif atas beban pajak yang harus dibayar agar dapat dikondisikan sesuai dengan skema yang disusun atas informasi yang tidak benar.

Mari kita coba tinjau satu per satu titik-titik tersebut.

1. Pembebanan biaya fiktif atas praktik penyuapan, gratifikasi, dan uang kompensasi lainnya untuk aparat (petugas atau pejabat)

Biaya yang dibebankan suatu bisnis dapat dilihat di dalam Laporan Rugi Laba. Biaya pada dasarnya berbanding terbalik dengan laba. Semakin besar laba maka tentu saja biaya yang dibebankan semakin kecil dan sebaliknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline