Lihat ke Halaman Asli

2014, bagi Kita Pemilik "Hak Suara"

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tak  terasa kita sudah berada di penghujung tahun 2013, dan sebentar lagi kita akan menyambut tahun 2014. Tahun 2014 mungkin akan jadi tahun besar untuk dunia, khususnya Indonesia. Tidak hanya karena akan ada event piala dunia yang akan di gelar di brasil, namun lebih dari itu untuk kita masyarakat Indonesia akan ada event yang tidak kalah besar (dan semoga di anggap lebih besar)  yakni gelaran pemilu 2014, legislative maupun eksekutive.

Mungkin di tahun itu kita akan melihat banyak geliat politik yang akan terjadi, baik dari politisi daerah sampai level nasional. Yang mengekpose kelemahan lawan ataupun yang menebar pecitraan, jadi jangan heran jika nanti akan ada komentator bola dadakan dari para politisi, yang entah itu faham atau tidak dengan bola atau bahkan tidak kenal dengan pemain pemain yang dia bicarakan.

Namun yang menjadi sangat penting dari semua itu adalah bagaimana kita berpartisipasi aktif dalam gelaran pemilu itu, bukan hanya menyalurkan suara kita saja. Namun menggunakan hak suara kita dengan cerdas, memilih calon yang tepat yang di proses dari proses penilaian yang dalam, bukan dari “GANTENGNYA” saja.

Namun menurut saya sebagai masyarakat umum, kita mengalami kendala yang sangat besar dalam upaya untuk menjadi pemilih yang cerdas. Salah satu yang cukup subtansial menurut saya adalah, sulitnya kita untuk mengakses informasi atau menverifikasi informasi yang beredar, yang terkadang sudah banyak sekali muatan.

Contoh gampangnya saja masalah kpk, jokowi, dahlan iskan dll yang saat ini kita anggap orang orang atau pihak baik, ternyata tidak lepas dari pemberitaan negative, jokowi di isukan di gandoli oleh kepentingan korporasi besar, kpk di sinyalir tidak fair dalam penyelesaian kasus (kasus di munculkan untuk menutupi kasus yang lain), dahlan iskan baru baru ini di goyang isu kolusi karena di anggap memberikan tender pada sahabat baiknya.

yang kita anggap tidak baikpun, ternyata banyak juga berita berita bermuatan positive tentang actor politic tersebut, yang kebenaran atau salahnya juga tidak bisa kita ketahui kevalidannya. yang akhirnya juga semakin membuat galau kita.

Semua informasi di atas bagi kita (mungkin yang senasib dengan saya) sangat sulit untuk menverifikasi kebenarannya, akibatnya kita sering dilanda kebingungan dalam menilai actor actor politik di negri kita ini. Dalam kasus ini media sangat berperan besar.

Mungkin bagi saya solusi yang paling logis saat ini adalah, mencoba menjadi orang yang kritis saja. Tidak mudah menelan berita dengan mentah mentah, kita harus mencari pembanding dari berita yang kita terima (bisa dari diskusi, media cetak, atau televisi, dll). Bagaimana jika berita pembanding yang kita cari ternyata juga sulit di yakini kebenarannya ?? hahhhhh, ya sudah mana yang lebih logis saja. Toh kita sudah berusaha  semampu kita.

Dan yang paling penting adalah usaha kita untuk terus menjadi pemilih yang cerdas, menjalankan fungsi kita dengan optimal di bangunan system politic negeri kita ini. Selama prinsip ini terus kita pegang dan kita terus objektif. Saya yakin kedepannya aka nada masa depan yang lebih baik untuk kita semua.

Bagaimana degan saudara kita yang masih acuh degan politik serta mereka yang masih asal asalan saja dalam menggunakan hak pilihnya, tugas kita sebagai sesama rakyat tentu mengingatkan mereka. Selain itu kita juga harus mendorong actor actor politik negeri kita untuk melakukan pendidikan politik yang baik. Dan mendorong media untuk senangtiasa menjadi pilar demokrasi yang menjalankan fungsinya dengan baik, jangan asal “manut” juragan saja.

Mungkin terakhir yang bisa saya ingatkan adalah : ingat, yang berjenggot belum tentu yang paling getol menegakkan nilai agama, yang paling sering teriak merdeka belum tentu yang paling besar rasa nasionalismenya, dan yang paling “muluk” janjinya balum tentu yang “muluk” juga nepatinya. Kenali lebih dalam lagi, lebih kritis lagi, dan ingat pilihan kita menentukan masa depan kita…!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline