Praktik korupsi yang melahirkan banyak koruptor di negeri ini nampaknya punya persoalan lain jika kita tinjau dari segi sosial. Mereka yang sudah mendapatkan vonis inkracht di depan pengadilan harus mendekam di dalam penjara dan itu belumlah kesudahannya. Setelah menjalani masa tahanan, hak politik mereka di bekukan dalam periode waktu tertentu, tetapi glorifikasi nama mereka masih saja terdengar nyaring.
Sebut saja fenomena sosial yang terjadi beberapa waktu ini. Anas Urbaningrum (AU) di sambut gegap gempita oleh fans dan sahabat mereka. Mulai dari kalangan tokoh politik, organisasi kepemudaan, sahabat atau keluarga ramai-ramai datang menyambut bebasnya sang mantan koruptor. Pemberitaannya pun juga ramai di lini masa.
PENGARUH ANAS UNTUK DEMOKRAT DAN TAHUN POLITIK
Penyambutan bebasnya Mas AU dari Lapas Sukamiskin Bandung tentu mengundang banyak mata. Nilai kejujuran yang ada disitu hanyalah kerinduan yang harus dibayar lunas setelah tokoh ini mendekam selama 8 tahun. Namun dari sisi yang berbeda mari sama-sama mengakui bahwa karisma politik Mas AU masih dirindukan oleh banyak pihak.
Jika kita kembali ke masa-masa persidangan AU, maka akan kita temukan bila kasus ini sarat makna dan penyimpangan. Banyak sahabat dan pengamat hukum menilai sengketa ini adalah proses kriminalisasi dari ketokohan mas AU. Mau tidak mau, suka tidak suka Mas AU harus tabah melalui masa-masa kelam itu.
Kekuasaan waktu itu memang sangat dahsyat, bayangkan saja, Mas AU bukanlah satu-satunya yang terjebak dalam skandal mega korupsi tersebut. Tokoh dan kader lain pun juga ikut terseret. Menteri yang berasal dari partai yang sama juga porak-poranda di jegal KPK ke persidangan.
Kini Mas AU telah bebas. Banyak pihak menduga, kebebasan Mas AU ini akan menjadi bola panas bagi politik Indonesia. Wajar bila ia diramaikan.
Popularitas AU di gelanggang demokrasi khususnya Partai Demokrat yang pernah ia pimpin itu memang bukan main-main. Ia mampu menakhodai partai berambang mercy tentu dengan gerakan politik yang terstruktur. Hari ini, nama mas AU memang masih melekat bagi para keluarga besar Partai Demokrat.
Segala macam dugaan, tuduhan dan perkiraan pun mulai muncul dan meramaikan kebebasannya. Ada yang bilang, AU akan merebut kembali Demokrat bersamaan dengan gugatan Moeldoko di pengadilan. Ada juga yang menyebut bahwa Mas AU akan balas dendam dengan kriminalisasi yang ia terima dari antek-antek Cikeas.
Suara sumbang di atas mencederai kebebasan mas AU. Ia yang sudah di penjara tak diberi nafas lega untuk duduk bersama keluarga terlebih dahulu. Belum juga ia keluar namun ramalan malah merusak namanya. Tentu ini hanyalah selebrasi politik yang berlebihan.
Kita tentu rindu mendengar petuah dari seorang narapidana yang menghabiskan waktu panjang di dalam tahanan. Bagaimana ia melalui fase-fase berat itu? Apa pelajaran hidup yang ia terima? Pesan moral apa yang bisa ia bagikan kepada politisi atau calon politisi atau bahkan siapa saja yang saat ini duduk memiliki kekuasaan?