Orang yang kecanduan narkoba seyogyanya mendapat rehabilitasi di tempat yang layak dan mengikuti kaidah dari BNN. Begitupun dengan orang yang bermasalah secara ekonomi, sosial maupun hukum. Kita seharusnya memberikan edukasi dan pertolongan. Bukan malah menambahkan masalah baru dengan mengurung mereka dalam kerangkeng, sungguh tidak ramah
Baru kali ini saya menulis artikel hingga berjumlah dua jilid. Tulisan ini adalah sambungan dan bagian yang tak terpisahkan dari opini saya sebelumnya yang judulnya persis sama dengan judul di atas. Artikel tersebut mendapat rating sebagai artikel utama dari admin kompasiana. Terima kasih sebelumnya untuk Anda yang sudah membaca.
Oke Mari Kita Mulai...
Kasus kerangkeng yang dimiliki oleh Terbit Rencana Perangin-angin akhirnya menemukan babak baru.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) beberapa hari yang lalu telah membeberkan beberapa temuan yang cukup signifikan. Fakta ini bisa dijadikan alat bukti untuk menelusur apa yang selama ini telah terjadi dengan kerangkeng tersebut.
Setidaknya ada 17 temuan yang dipaparkan oleh LPSK dan semuanya mengarah ke potensi kekerasan. Walau masih dalam penyidikan lebih lanjut, pertanyaan dari artikel ini pelan-pelan semakin terjawab. Gerbong kekerasan yang sedang diperiksa, kini akan membuka pradigma baru kita tentang kemanusian.
Dalam temuan LPSK, para manusia yang disel dalam kerangkeng Terbit, memang tidak sepenuhnya adalah pecandu narkoba. Lalu sebagian besar memangnya dari mana?
Menurut pengakuan dari Terbit sendiri, kerangkengnya diisi oleh para pecandu narkoba dan warga yang bermasalah. Namun fakta yang dibeberkan oleh LPSK seakan menjadi jawaban telak untuk membungkam seribu satu narasi yang selama ini dibunyikan oleh Terbit.
Temuan 17 fakta yang telah teridentifikasi tentu sudah lebih dari cukup untuk membuat kita sama-sama yakin dengan apa yang selama ini mereka mainkan.