"Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama MUI, NU, Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya serta tokoh-tokoh agama yang lain, dan juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah, bersama ini saya sampaikan saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol, saya nyatakan dicabut."
Tarik ulur mengenai hingar bingar kontraversi Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 akhirnya telah menemukan jalan keluar. Setelah diributkan oleh banyak pihak, Presiden Joko Widodo pun mencabut hasil karya tanda tangannya sendiri.
Perpres tentang investasi minuman keras (miras) sesungguhnya telah mendapat banyak penolakan dari berbagai kalangan dan element masyarakat. Diantaranya berasal dari kalangan dan pemuka agama. Sebut saja MUI, NU, Muhamadiyah adalah ormas yang paling getol bersuara lantang terkait lahirnya perpres ini.
Para ulama serta beberapa tokoh publik sepakat bahwa dengan mengelurkan perpres miras maka akan mengancam kehidupan rakyat Indonesia. Semua kompak mengatakan perpres miras akan membuka pintu yang seluas-luasnya bagi peredaran miras di Indonesia.
Yah walaupun hanya berlaku dibeberapa provinsi seperti Bali, Papua, NTT dan Sulut, namun bahayanya tetap saja akan mengancam generasi muda. Sebab tidak ada jaminan bahwa miras tersebut tidak beredar diprovinsi yang lain.
Atas kejadian ini, keputusan Jokowi dalam mencabut perpres legalisasi investasi miras menuai banyak pujian. Mereka mengatakan bahwa Presiden masih mau untuk mendegarkan masukan atau kritikan dari masyarakat. Yang tadinya mengkritik sekarang berdiri mendaku puji.
Terlepas dari itu semua, apakah hanya Jokowi yang akan menerima pujian? Lalu bagaimana dengan wakil Presiden Maruf Amin? Tidakkah sesepuh NU ini juga layak kita beri pujian?
Pada kondisi yang ada, Wapres Maruf Amin memang orang yang paling disoroti. Sebab sudah begitu banyak ekspektasi yang diamanatkan kepadanya agar menjaga Jokowi dari keblunderan politik yang menciderai umat.
Saat begitu banyak suara protes yang mencuat kepermukaan, kita pun bertanya dimana dan sedang apa Wakil Presiden RI? Bukankah ia adalah seorang alim ulama terkemuka? Mengapa Presiden Joko Widodo sampai kebablasan dalam menandatangani suatu perpres yang bertantangan dengan moralitas bangsa?