Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang jatuh pada tanggal 20 Mei merupakan salah satu hari bersejarah dan krusial yang pernah terjadi dibangsa ini. Pertama kali digelar pada 20 Mei 1948 di Yogyakarta, Harkitnas dikenang sebagai peristiwa masa lampau yang selalu aktual dan sarat makna
Menelisik selayang pandang mengapa Harkitnas ditetapkan sebagai salah satu Hari Nasional oleh Presiden Soekarno kala itu, yaitu untuk mengingat kembali bagaimana nilai maupun semangat kebangkitan dan persatuan lebih diutamakan ketika menghadai krisisi politik yang mengarah ke perpecahan bangsa.
Awal mula berdirinya bangsa Indonesia memang tidak mudah. Ibarat mendirikan sebuah rumah tangga, sepasang manusia yang bernama laki-laki dan perempuan harus mengutamakan persatuan dan kesatuan dibanding rasa keegoaan masing-masing. Begitu pula dengan negara ini. Banyaknya unsur dan golongan, tidak serta merta membuat bangsa Indonesia melanggeng mulus untuk terus mengejar cita-cita kemerdekaanya. Tetapi ada nilai-nilai persatuan yang mesti lebih dulu diutamakan sebelum bergerilya mengejar harapan seperti apa yang telah tertulis dalam Pembukaan UUD 1945.
Sejarah Singkat Hari Kebangkitan Nasional
"Tetapi kita tidak perlu khawatir, akhirnya Insya Allah kitalah yang menang, asal kita memenuhi beberapa syarat yang perlu untuk kemenganan itu. . . . yaitu menyusun machtspolitik, yakni kekuasaan massa untuk mendukung perjuangan politik; dan menggalang persatuan nasional", (dikutip dari laman Historia. id dalam dokumen Dari Kebangunan Nasional sampai Proklamasi Kemerdekaan, kenang-kenangan Ki Hadjar Dewantara) .
Itulah salah satu petikan naskah pidato Presiden Soekarno sewaktu pertama kali memperingati Harkitnas di istana Keprisidenan, Yogyakarta. Memang benar bahwa negara kala itu diujung perpacahan. Banyaknya kelompok politik dan organisasi masih berjalan di relnya masing-masing dalam merundung segala kepentingan dan setiap usaha-usaha yang akan ditentukan untuk mengisi kemerdekaan.
Keadaan ini diperparah dengan adanya agresi Militer Belanda yang secara diam-diam memboncengi sekutu untuk merongrong kemerdekaan Ibu Pertiwi. Mereka banyak menduduki wilayah Indonesia, salah satunya Jakarta. Selain itu, Belanda juga memprakarsai berdirinya negara-negara boneka sebagai salah satu cara adu domba untuk membakar api perpecahan dan melawan legitimasi kemerdekaan kesatuan republik Indonesia.
Presiden Soekarno merasakan hal itu, setelah dilihatnya anak-anak bangsa yang kompeten tersebut belum bisa bekerja dalam satu wadah yang sama bernama Indonesia. Setiap organisasi itu memperjuangkan pendapat, metode dan segala prinsipnya untuk bisa diikuti dan diterima pihak lain. Bahasa sederhanya masing-masing ingin menang sendiri, padahal tujuan dan cita-cita itu tetap sama.
Oleh karenanya, untuk menciptkan kembali suatu momentum membangkitkan kembali rasa persatuan dan kesatuan nasional dihati sesama anak bangsa pasca kemerdekaan, maka Presiden Soekarno merangkul semua semangat itu dalam satu kesatuan pengabdian di Hari Kebangkitan Nasional.
Ditetapkan tanggal 20 Mei karena bertepatan dengan hari berdirinya organisasi pertama di Indonesia, Boedi Oetomo. Dipilihnya Boedi Oetomo oleh Soekarno karena pada saat itu pemerintah memang membutuhkan sebuah organisasi yang bisa mengakomodir seluruh kepentingan nasional dan untuk meredam krisisi politik internal yang sudah terlanjur parah.