Kalau soal perut, semua orang bisa ribut atau bersatu tergantung situasionalnya. Apalagi jika berbicara tentang kelangkaan dan melambungnya harga bahan-bahan pokok jenis A, jenis B atau kebutuhan pokok yang paling utama sebut saja beras. Pastillah pemerintah bisa didemo berjilid-jilid jika begitu kondisinya.
Jika berbicara tentang harga-harga bahan pokok, jujur saja bangsa ini tidak pernah akur dengan rakyatnya. Saya tak tahu persis mengapa kadang kala harga-harga bahan pokok dinegeri yang katanya disebut-sebut sebagai "Tanah Surga Tongkat Batu pun jadi tanaman" ini selalu melambung. Apapun itu masalahnya, inilah wajah kusam bangsa kita tentang ekonomi.
Menyoal tentang harga-harga bahan pokok didalam dua kondisi yang saat ini sedang kita lalui, yakni Bulan Ramadan dan Bulan Pandemi, maka wajar bila beberapa bahan-bahan pokok disetiap daerah atau wilayah harganya tiba-tiba naik.
Sebagai Anak Rantau yang hidup dalam kolong langit kamar kost, pun merasakan gelagat yang aneh dipasaran. Yah, sebelum memasuki pandemi corona, ada bahan pokoknya yang harganya semakin naik dan tidak turun. Pun saat ini sudah memasuki Bulan Ramadan.
Jika ditimang-timang, perilaku konsumtif manusia pribumi, dewasa ini memang sangat besar, apalagi ketika pemberlakuan WFH. Alhasil, orang-orang dirumah punya banyak waktu luang untuk berani mendekati wajan dan panci yang ada didapur untuk sesekali bereksperimen membuat makanan atau minuman seperti yang mereka lihat diyoutube atau pun dimedia sosial lainnya.
Pemberlakuan PSBB, Bulan Ramadan, dan tingginya pengaruh dari media sosial membuat dampak bagi kami yang hidup dikost kesulitan untuk mencari menu berbuka dan sahur. Karena jika menilik hitung-hitungan dari statistik keuangan dari anak rantau, memasak akan memberikan pengeluaran yang cukup besar dibanding dengan jika membeli lauk-pauk dirumah makan sederhana.
Hitung-hitungan ini jika kita kalkulasikan, maka kita akan kita dapatkan bahwa dengan membeli makanan diluar Anak Rantau setidaknya bisa menghemat 5-10% uang yang dialokasikan untuk amunisi perutnya.
Tetapi karena lagi musim pandemi dan Ramadan, secara otomatis saya sebagai Anak Rantau pun dipaksa untuk memasak sendiri. Disuruh produktifnya maksudnya. Heheh
Kemudian saya pun bergerak menuju pusat swasembada pangan yang disebut pasar. Seperti biasa, masuk ke pasar itu kita setidaknya harus dibekali oleh dua jurus utama. Pertama bisa nawar dan kedua pintar menggugah rasa sang penjual. Ini tentang negosiasi bro...
Dari beberapa toko yang setiap hari menjual bahan-bahan pokok alias sembako, kompak mengatakan harga sedang naik. "Tapi naiknya tipis bang, sekitar seribu hingga 5 rebu", ujar kang mas yang sibuk membungkus gula dan tepung dalam kemasan plastik.
Nah dari hasil eksperimen dan catatan saya tentang harga-harga bahan pokok yang berada wilayah tempat tinggal saya, saya menemukan bahwa Gula pasir adalah bahan pokok yang angkanya sangat naik kemudain disusul bawang merah, dan bawang putih.