Jumlah pasien positif terjangkit virus corona di Indonesia bertambah menjadi 117 kasus hingga hari Minggu (15/3/2020). Angka ini terus bertambah dari 21 kasus baru yang diumumkan kemarin.
Imbas dari pandemi covid-19 ini sudah melebar dimana-mana di Indonesia. Khususnya di DKI Jakarta. Berdasarkan data Pemprov DKI sejak awal Maret 2020, jumlah warga DKI yang masuk dalam pemantauan (PDP)sebanyak 586 orang.
Sedangkan orang dalam pengawasan (ODP) sudah 261 orang. Dan yang telah dinyatakan positif corona telah mencapai 69 orang (15/3/20). Sedangkan diwilayah lain, seperti provinsi tetangga Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Banten juga telah terdampak virus corona.
Melihat keadaan ini, pemerintah pun tersandera dan akhirnya mulai melunak dengan memberikan kewenangan pemerintah daerah untuk menetapkan sendiri status perkembangan pandemi covid-19 diwilayahnya masing-masing.
Dari pusat, wabah covid-19 ini resmi ditetapkan sebagai Bencana Nasional. Sedangkan dari beberapa wilayah sudah ada yang menerapkan KLB (Kejadian Luar Biasa) seperti di Solo, Jawa Tengah. Namun di Jakarta, isu lockdown dan opsi social distancing berhembus sangat kencang.
Dengan adanya fenomena ini, negara kita seakan gagap dan kaku menghadapi serangan virus mikoorganisme. Padahal ini bukan kali pertama pemerintah bertatapan dengan musibah semacam ini. Yah, pepatah yang tepat untuk mengoreksi situasi tersebut ialah Jangan sekali kali melupakan sejarah.
Beda Pemerintah pusat beda Pemerintah daerah, badan otoritas kesehatan dunia WHO sebenarnya telah meminta Presiden Joko Widodo untuk menetapakan Status Darurat Nasional Pandemi covid-19 di Indonesia. Namun hal ini urung untuk dilaksanakan.
Mengapa bukan darurat Nasional?
Menurut pihak istana peristiwa ini sudah termasuk ke dalam Bencana Nasional Bukan Darurat Nasional. Bila darurat nasional ditetapkan Jokowi, dana siap pakai bisa digunakan untuk menangani covid-19.
Persoalan status antara darurat atau bencana ini bukanlah masalah. Permasalahnnya adalah bagaimana model penyelesaian yang benar-benar terukur dan ampuh untuk mencegah virus corona agar tidak kemana-mana apalagi sampai ke daerah timur Indonesia. Mengingat wilayah timur memiliki kualitas pelayanan kesehatan yang tidak sebaik wilayah barat dan sekitarnya.
Menyoal semakin banyaknya daerah yang melaporkan kejadian kasus ini, lantas sebaiknya manakah langkah yang tepat dan solusi yang jitu untuk mencegah penyebaran virus antara satu daerah dengan daerah yang lain? Apakah lockdown, social distancing atau KLB?
Mari kita urai satu persatu manakah konsep yang paling cocok untuk dilakukan berdasarkan kondisi dan pendekatan keselamatan, sosial-budaya dan ekonomi.