Pers sebagai wadah kontrol sosial akan kehidupan masyarakat yang terbentuk dalam struktur kebudayaan masyarakat Indonesia memang punya fungsi yang sangat kuat.
Pers mampu mengendalikan sendi-sendi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam sisi lain, pers mampu memberikan sebuah pemahaman akan informasi yang disebarluaskan melalui beragam media yang ada saat ini.
Hari ini merupakan hari Pers Nasional. Begitu banyak tokoh, mulai dari Presiden, Kapolri, Pemerintah Daerah dan Tokoh-Tokoh Politik yang ramai memberikan ucapan selamat. Lalu bagimana wajah pers Indonesia saat ini. Sudahkah pers kita memberikan sumbangsih informasi yang berkualitas, berimbang dan merangsang daya keingintahuan masyarakat?
Wajah pers saat ini tentunya beragam. Pendapat orang orang tentang pers juga bersebrangan. Misalnya saja ketika berlangsungnya Pemilu Kemarin. Begitu masif produk pers yang isinya mengandung insinuasi terhadap masing-masing calon.
Alhasil, hal ini malah membuat sebuah polarisasi dimasyarakat. Sehingga upaya-upaya masyarakat yang saling berbeda pandangan politik menilai bahwa produk pers yang berasal dari media yang sini menurut saya kredibel dan sangat informatif, dan produk pers dari media yang sana sangat bobrok alias tidak memberikan informasi yang saya sukai. Akhirnya terjadi sebuah pemboikotan terhadap produk pers yang beragam rumah produksinya tersebut.
Tantangan dunia pers masa kini dengan masa lalu juga jauh berbeda. Tentu masih segar dalam ingatan kita bagaimana pada zaman era kepemimpinan presiden Soeharto, begitu banyak media-media yang berbasis kerakyatan yang dibredel.
Kala itu, nafas pers sedang diujung tanduk. Semuanya diatur oleh seorang tangan kuat presiden yang mampu menguasai dan mengendalikan produk produk jurnalistik. Sebelum berita itu disebarluaskan, semuanya harus melalui persetujuan dan dapur pusat penerangan milik pemerintah. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan arus informasi ditengah masyarakat.
Jadi, wajar bila banyak sejarahwan yang memplesetkan kata bahwa pada zaman soeharto kita semua dininabobokan dengan informasi. Kita gak tahu apa yang sedang dan sebenarnya terjadi.
Yang kami tahu semua baik baik saja, harga harga terjangkau dan pemerintahan negara lebih stabil. Tahu-tahunya kita semua telah ditipu. Dan pada akhirnya, era reformasi mampu membuka semua mata dan telinga yang selama ini ditutup.
Era reformasi sebagai masa tanda awal bebasnya pers di Indonesia pun dimulai. Ada begitu banyak media lokal dan nasional yang saling berebutan pasar informasi ini. Dan hasilnya juga tidak main-main.
Kalau dulu pada awal tahun 2000-an produk-produk jurnalistik banyak kita dapatkan melalui koran, menonton Tv dan mendengarkan radio. Namun sekarang kita dapat memenuhi kebutuhan informasi kita melalui satu sentuhan di smartphone kita.