Lihat ke Halaman Asli

sony siswoyo

Dokter Umum

Vaksin Palsu, Salah Siapa?

Diperbarui: 19 Juli 2016   12:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Akhir-akhir ini Indonesia digegerkan dengan beredarnya vaksin palsu. Menurut hemat saya, sebenarnya kasus vaksin palsu mirip dengan kasus uang palsu, mie berformalin, bakso memakai boraks, bakso celeng,  dan sebagainya. Dimana kesemuanya terdapat unsur keserakahan dan ketamakan untuk meraup untung sebesar-besarnya tanpa mempedulikan nasib dan kepentingan orang lain.

Pelaku yang dengan kesadaran penuh membuat dan dengan sengaja mengedarkan vaksin palsu (padahal dia sudah tahu kalau itu palsu) memang termasuk kategori kriminalitas murni, sama halnya dengan kasus uang palsu, mie berformalin, bakso borak,dsb.

Namanya kriminal, maka tentunya akan selangkah lebih maju dibanding dengan penanganan dan penaggulangannya. Satu tertangkap akan tetapi akan selalu muncul pelaku-pelaku dan pemain baru lainnya.

Akan tetapi berbeda halnya dengan orang yang tidak mengetahui dan tidak sadar tetapi ikut terlibat dalam memakai atau bahkan mendistribusikan vaksin palsu tersebut, tentunya yang bersangkutan tidak bisa serta merta dikategorikan sebagai pelaku kriminal, lebih tepatnya mereka adalah korban. Disini terdapat faktor keteledoran dan kurangnya pengetahuan serta pengalaman dibidang hal tersebut. Sama halnya dengan uang palsu (yang semakin lama semakin mirip dengan aslinya), andai saja kita tidak sadar bahwa uang yang kita terima palsu, kemudian kita menyetorkan ke Bank atau membelanjakannya ke supermarket, apakah kita harus di hukum dan dianggap sebagai pelaku kriminal?

Saya yakin bila para dokter, bidan, apoteker (& RS) tahu bahwa vaksin yang diterimanya adalah barang palsu, maka tentunya mereka tidak akan berani memberikannya kepada pasiennya (dimana konsumen mereka adalah manusia yang tentunya berhubungan dengan nyawa), terlebih lagi harus mempertaruhkan reputasi, nama baik, dan jabatan yang tentunya tidak mudah untuk didapatkannya selama ini. Disinilah tugas aparat penegak hukum, dimana harus berhati-hati dalam menentukan siapa pelaku dan siapa korban.(pembeli dan pemakai NAPZA saja disebut sebagai korban dan layak untuk mendapatkan rehabilitasi, bukan dihukum).

Biarlah masalah vaksin palsu ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk lebih berhati-hati dan lebih waspada dikemudian hari.

Memang di era modern seperti sekarang ini, berpikir kreatif dan inovatif sangat diperlukan agar kita tetap dapat bertahan dalam persaingan, tetapi sesuatu yang sangat penting dan sering menjadi terlupakan adalah perihal Cinta Kasih dan takut akan Tuhan.

Apabila segala sesuatu yang kita lakukan didasari atas dasar Cinta Kasih dan takut akan Tuhan, maka saya yakin ke depan tidak akan ada lagi masalah vaksin palsu, uang palsu, mie berformalin, dan sebagainya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline