Zamrud Khatulistiwa, demikian julukan negeri kita tercinta Indonesia yang sudah kita kenal sejak bangku sekolah dasar. Julukan yang membawa aura kebanggaan terhadap tanah air Indonesia tercinta. "Ijo royo-royo, gemah ripah loh jinawi", sebuah slogan yang menandakan betapa subur makmur negeri ini.
Apakah julukan dan slogan tadi memang benar adanya, sudah terwujud, atau hanya sekedar kata-kata mutiara yang digaungkan oleh pendahulu kita sebagai pelipur lara dan kebanggaan semu semata?
Masih ingat pulakah kita dengan salah satu lagu Koes Plus berjudul "Kolam Susu" yang menggambarkan kenyamanan dan kemudahan hidup di tanah air Indonesia dengan kekayaan alam yang berlimpah serta kesuburan tanahnya yang luar biasa sehingga kita tidak perlu bersusah payah untuk hidup di Indonesia.
Namun, masih relevankah lagu tahun 70-an itu dengan kondisi di Indonesia saat ini jika aktivitas ekonomi yang tidak mempedulikan kelestarian alam terus kita praktikkan hingga hari ini?
Gaung perubahan iklim semakin menggema dari tahun ke tahun. Dampak nyata perubahan iklim akibat produksi gas rumah kaca (GRK) yang berlebihan sudah terbukti memicu berbagai bencana global.
Peningkatan muka air laut yang nyata akibat dari pelelehan gletser di Antartika maupun Artik berpotensi menenggelamkan negara-negara pulau di Pasifik ataupun kota-kota besar dunia yang terletak di tepi pantai termasuk Jakarta.
Ironisnya, Jakarta malah diperparah dengan penyedotan air tanah tak terkendali yang mengakibatkan penurunan tanah signifikan sehingga mempercepat proses tenggelamnya Jakarta.
Kekeringan ataupun gelombang panas di berbagai belahan dunia semakin sering terjadi sehingga terjadi kegagalan panen yang masif dan mengganggu rantai pasok pangan global.
Bencana banjir besar pun juga semakin jamak terjadi. Semua hal tersebut menuntut perubahan mendasar dari masyarakat dunia dalam memperlakukan lingkungan yang selama ini tereksploitasi dengan kejam untuk alasan ekonomi semata tanpa proses rehabilitasi yang berimbang sehingga berimbas daya dukung lingkungan sebagai tempat hidup yang layak bagi manusia pun semakin menurun. Melihat semua itu, tegakah kita nanti mewariskan lingkungan yang rusak kepada anak cucu kita?
Pada tahun 2016, Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement sehingga berkewajiban untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai langkah konkrit dalam upaya pencegahan perubahan iklim. Target penurunan emisi sampai tahun 2030 adalah sebesar 29% dan bisa dioptimalkan sampai dengan 41% jika ada dukungan internasional.
Upaya penurunan GRK tersebut dengan lebih dari 97% ditargetkan terhadap sektor Kehutanan dan Energi, serta selebihnya dibebankan pada sektor pertanian, industri, dan limbah.