Persepsi seperti itu mungkin dialami oleh sebagian dari masyarakat kita. Mengapa bisa begitu, adakah yang salah?
Saya tidak pernah melewatkan bayar pajak bumi dan bangunan, malahan selalu jauh-jauh hari sebelum deadline-nya. Saya punya motor dan mobil juga tidak pernah telat bayar pajaknya, STNK saya nggak pernah mati hanya gara-gara telat bayar pajak.
Pajak penerangan jalan juga otomatis saya bayar ketika bayar tagihan listrik ataupun beli token listrik, bunga deposito ataupun tabungan juga otomatis kena pajak. Saya juga sudah bayar BPHTB saat beli rumah dengan nominal yang jauh dari kata sedikit, sampai saya makan di restoran pun tidak lepas dari pajak. Kok tega-teganya ya kami masih dianggap belum patuh pajak.....
Eitss... ..jangan keburu emosi dulu dong. Mungkin ada mispersepsi di antara kita (pemerintah dan masyarakat). Semua contoh pajak di atas adalah pajak daerah, berbeda dengan apa yang didengung-dengungkan pemerintah di televisi dalam hal ini oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang lebih fokus membidik kepatuhan terhadap pajak penghasilan. Jangan lupa, penghasilan juga dipajaki lho, hayo udah bayar yang semestinya belum.....
Jadi gini, yang namanya pajak di Indonesia ini dibedakan menjadi dua yaitu Pajak Pusat yang merupakan kewenangan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, sedangkan Pajak Daerah merupakan kewenangan dari masing-masing pemerintah daerah.
Pajak Daerah sendiri masih dibagi menjadi dua,yaitu yang menjadi kewenangan pemda provinsi dan pemda kabupaten/kota. Nah, yang selama ini digembar-gemborkan dalam hal kepatuhan pajak, tax amnesty, ataupun pengemplangan pajak itu yang berkaitan dengan pajak penghasilan yang merupakan salah satu dari jenis Pajak Pusat.
Apa saja to yang termasuk pajak pusat dan daerah?
Pajak Pusat:
- Pajak Penghasilan (PPh)
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
- Bea Meterai
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan
- Cukai
- Pajak Ekspor (Bea Keluar)
- Pajak Impor (Bea Masuk)
Pajak Daerah Provinsi
- Pajak Kendaraan Bermotor
- Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
- Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
- Pajak Rokok
- Pajak Air Permukaan
Pajak Daerah Kabupaten/Kota
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan
- Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB)
- Pajak Hotel
- Pajak Restoran
- Pajak Reklame
- Pajak Hiburan
- Pajak Penerangan Jalan
- Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
- Pajak Air Tanah
- Pajak Parkir
- Pajak Sarang Burung Walet
Total Penerimaan pajak lebih dari Rp1000 Triliun yang sering diberitakan itu hanya berasal dari Pajak Pusat saja, yang menjadi sumber utama penerimaan negara dalam APBN. Lalu, pajak daerah larinya kemana dong? Pajak daerah masuk ke dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tentunya semakin besar pajak daerahnya semakin besar pula PAD-nya, semakin cepat maju daerahnya.