[caption id="attachment_382546" align="aligncenter" width="300" caption="KPPBC TMP C Nunukan (Sumber: Halaman Facebook KPPBC Nunukan)"][/caption]
Hari Kamis 11 Desember 2014 kemarin, kebetulan saya ada acara di Kantor Bea Cukai Nunukan. Sangat senang rasanya saat itu bisa berkunjung di garda terdepan negeri ini yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Di daerah perbatasan, TNI menjaga Kedaulatan Negeri ini dari intervensi asing, baik di darat, laut, maupun udara. Kita harus berterima kasih kepada mereka yang telah mengorbankan kenyamanan demi menjaga kedaulatan negeri ini di perbatasan.
Pola Pikir kita masyarakat awam tentang daerah perbatasan tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan personel TNI yang selalu setia menjaganya. Namun ada yang terlewatkan dan sering luput dari perhatian kita bahwa ada pihak lain yang peranannya juga sangat besar di daerah perbatasan. Ya BEA CUKAI.
Keberadaan Bea Cukai biasanya diasosiasikan dengan keberadaan Pelabuhan Besar semacam Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan ataupun di bandara-bandara internasional semacam Soetta, Juanda, Sepinggan, sampai dengan Kuala Namu. Namun, keberadaannya di daerah perbatasan semacam di Entikong, Atapupu, sampai dengan Nunukan seringkali luput dari pandangan masyarakat bahkan para pembuat kebijakan di negeri ini.
Peranan yang paling menonjol dari instansi Bea Cukai di perbatasan adalah sebagai Community Protector. Peran melindungi masyarakat dari penyelundupan narkoba ataupun barang-barang terlarang lainnya menjadi bagian yang paling penting dari keberadaan Bea dan Cukai. Di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean C Nunukan hanya memiliki pegawai kurang dari 40 orang. Katakanlah 50% dari pegawai mengurusi urusan administratif di kantor maka yang bertugas di lapangan hanya sekitar +- 20 orang. Padahal mereka bertugas untuk mencegah penyelundupan barang-barang dari Malaysia terlebih lagi narkoba yang dalam pelaksanaannya di lapangan jelas nyawa taruhan mereka. Coba bandingkan dengan keberadaan personel TNI POLRI di Nunukan yang jumlahnya ratusan orang.
[caption id="attachment_382547" align="aligncenter" width="300" caption="Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan (Sumber: Halaman Facebook KPPBC Nunukan)"]
[/caption]
Personel Bea Cukai Nunukan mempunyai banyak tantangan dalam menunaikan tugasnya. Misalnya di Pelabuhan Tunon Taka Nunukan, Pelabuhan yang seharusnya steril dan hanya ada 4 pihak yaitu Customs, Immigration, Quarantine, Security (CIQS) nyatanya banyak pedagang dan pihak lain yang berkeliaran di pelabuhan, sehingga personel bea cukai sulit membedakan mana yang penumpang dari Malaysia, atau pedagang. Namun, dengan keterbatasan yang ada pihak bea cukai Nunukan menorehkan berbagai prestasi dan mampu menggagalkan berbagai penyelundupan Narkoba yang bernilai puluhan milyar rupiah. Selain itu KPPBC Nunukan juga menjalankan perannya sebagai Revenue Collector melalui penerimaan Bea Masuk yang pada tahun 2013 mencapai lebih dari Rp1,6 milyar, lebih besar dari yang ditargetkan.
Keterbatasan personel dan alat patroli merupakan tantangan bagi KPPBC Nunukan dalam menunaikan tugasnya. Memang selama ini masih saja ada yang lolos dari usaha penyelundupan, mengingat masih adanya dermaga-dermaga siluman yang sering menjadi tempat bongkar muat barang selundupan sedangkan wilayah kerja KPPBC Nunukan sangat luas dan beragam kondisi geografisnya, sehingga mengalami kesulitan jika tidak ditambah personel maupun alat patrolinya. Bisa dibayangkan di Pulau Sebatik yang bersebelahan dengan Pulau Nunukan, Bea Cukai hanya mempunyai satu Pos di Sungai Nyamuk yang hanya dijaga oleh empat personel dan bertugas selama satu bulan sebelum diganti personel lainnya dari Nunukan. Empat orang personel di daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia jelas jumlah yang jauh dari kata memadai, namun apa dikata begitulah realita di lapangan.
[caption id="attachment_382548" align="aligncenter" width="300" caption="Dermaga yang disinyalir sebagai tempat bongkar muat illegal (dok. pribadi)"]
[/caption]
Selama tiga hari di Nunukan, saya tidak menemukan raut kesedihan atau pesimisme para pegawai KPPBC Nunukan. Mereka tetap bekerja dengan penuh semangat dan dedikasi tinggi sebagai pelayan masyarakat yang berada di garis terdepan NKRI. Namun, saya berusaha tidak hanya menangkap realita dari raut wajah mereka saja, melainkan bagaimana sih kondisi kehidupan sehari-hari mereka di Nunukan?
Pertama,
Pegawai KPPBC Nunukan rata-rata berasal dari luar Nunukan, mayoritas dari Pulau Jawa. Jumlah pegawai yang dari Nunukan cuma sekitar 5%. Untuk mencapai Nunukan kalau saya dari Balikpapan harus terbang menuju Tarakan terlebih dahulu, kemudian ganti dengan pesawat kecil atau speedboat menuju Nunukan. Berapa biaya yang dikeluarkan sekali pulang kampung jelas lebih dari 3 juta Rupiah untuk pulang pergi. Hal itu belum jika pesawat dari Nunukan ke Tarakan di-cancel mendadak karena cuaca atau mesin pesawat rusak sehingga tak jarang berefek domino tidak bisa mengejar pesawat dari Tarakan ke Balikpapan, Jakarta atau kota lainnya yang sudah terlanjur dibeli, alias HANGUS dengan sia-sia. Kemarin saat saya mau balik ke Balikpapan juga mengalami hal seperti itu, ketika pesawat paling pagi mendadak di-cancel, dan speedboat jurusan Tarakan yang pagi sudah berangkat semua, jadi tiket pesawat dari Tarakan ke Balikpapan pun hangus.
[caption id="attachment_382551" align="aligncenter" width="300" caption="Pelabuhan Speedboat Liem Hie Djung Nunukan (dok. pribadi)"]
[/caption]
Ditempatkan di daerah perbatasan tidak begitu menjadi masalah jika ada keluarga. Namun sebagian besar dari pegawai KPPBC Nunukan tidak serta merta membawa keluarga mereka, jadi praktis mereka harus menyisihkan dana yang tidak sedikit untuk sekedar pulang menengok keluarga di Pulau Jawa atau Kota lainnya di luar Nunukan. Ada ungkapan tak tertulis kalau penghasilan PNS di pusat bisa untuk mencicil rumah, kalau gaji PNS yang ditugaskan ke daerah nun jauh di sana habis untuk buat beli tiket pulang.
Kedua,
Para pegawai KPPBC Nunukan sebagian besar tinggal di mess yang notabene milik Inhutani dan kondisinya sebenarnya sudah tidak layak pakai. Tak jarang mereka harus menampung air hujan untuk keperluan MCK. Sungguh ironis dengan stigma di masyarakat bahwa pegawai Bea Cukai berlimpah akan materi dan kenyamanan. Liat dong di Nunukan dan perbatasan lainnya......!
Ketiga,
Mereka bisa bertahan dan kompak di Nunukan karena rasa kekeluargaan yang kuat di antara personel bea dan cukai. Memang ketika jauh dari keluarga dengan segala keterbatasan fasilitas yang ada, hanya teman kantor yang menjadi keluarga kita di tempat bertugas. Rasa kekeluargaan, senasib dan sepenanggungan inilah yang bisa memotivasi mereka dalam bekerja.