Roda telah berputar dan mengalami banyak perubahan, dulu sebelum ada reformasi tahun 1998 pekerjaan menjadi abdi pemerintah atau PNS tidak diminati oleh banyak orang. Salah satu alasan utama pada saat itu, kecilnya gaji sebagai seorang PNS. Dibandingkan gaji pekerja pabrik atau pekerja swasta, gaji PNS memang relatif lebih kecil.
Saya mendapati cerita dari seorang tetangga sekitar tahun 2004, saat saya masih duduk dibangku sekolah SMA, sebut saja namanya Slamet. Pada saat itu, slamet mendapatkan tawaran kerja untuk menjadi guru honorer di dekat rumah tinggalnya, sekitar tahun 1991 Slamet sudah lulus sekolah SMK.
Lulusan SMK atau SMA pada tahun 1991, kalau diibaratkan zaman sekarang seperti lulusan sarjana. Karena dulu masih jarang lulusan sarjana, kecuali anak orang mampu.
Slamet menolak ajakan untuk menjadi guru honorer, alasannya karena gaji kecil yang akan diterimanya. Sebelum era reformasi, rata-rata penghasilan PNS sangat pas-pasan untuk hidup atau bahkan mungkin kurang. Gaji yang relatif kecil menjadi alasan Slamet ataupun Slamet-Slamet lainnya menolak bekerja sebagai PNS pada saat itu.
Slamet sudah menentukan pilihannya, menjadi karyawan pabrik swasta. Karirnya begitu cemerlang sehingga dalam tempo 4 tahun diangkat menjadi seorang supervisor.
Tetapi karena kelalaiannya, merokok di area terlarang lingkungan pabrik, Slamet pun akhirnya dipecat. Setelah dipecat, segala macam pekerjaan ditekuni untuk kebutuhan hidup hingga akhirnya, sekarang menjadi tukang buruh bangunan. Dalam hati, Slamet menyesali atas keputusannya di masa lalu, jika waktu itu Slamet menerima pekerjaan guru honorer mungkin saat ini Slamet sudah menjadi Kepala Sekolah.
Sedangkan cerita yang kedua sebut saja namanya, Subeno. Subeno lulusan SMP yang menjadi tenaga Honorer di salah satu Kecamatan, 5 tahun kemudian Subeno dangkat menjadi PNS.
Alasan subeno menerima pekerjaan tersebut, karena walaupun gaji kecil tapi banyak waktu luang yang bisa dimanfaatkan, sehingga Subeno kerja jadi PNS sambil kerja sampingan lainnya.
Tetapi yang terjadi pada kenyataannya, pekerjaaan Subeno sebagai PNS sebenarnya hanya jadi sampingan, pekerjaan utamanya menjadi makelaran. Karena banyak waktu kerja sebagai PNS, yang dia tinggalkan, sungguh ironis jika melihat kenyataannya pada saat itu.
Sekarang Subeno menjelang usia pensiun, hanya menjadi staf kecamatan biasa, karena dari awal niatnya menjadi PNS bukan untuk mengabdi pada negara, tetapi hanya untuk sampingan saja.