Lihat ke Halaman Asli

Ari Sony

TERVERIFIKASI

Bung Arson, Pengamat dan Pemerhati Olahraga Khususnya Sepakbola

Utang Itu Manis di Awal, tapi Pahit di Tengah Perjalanan

Diperbarui: 19 Oktober 2019   11:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Istimewa/Radar Mojokerto)

Setiap orang pasti pernah punya pengalaman tersendiri dengan yang namanya hutang, entah itu pengalaman manis atau pahit. Biasanya hutang itu terjadi karena terpaksa, disaat kita ada kebutuhan, tetapi uang kita tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 

Kebutuhan manusia saat ini ada bermacam-macam misalnya: untuk biaya anak sekolah, biaya kesehatan, biaya kebutuhan konsumtif, biaya usaha, biaya gaya hidup dan biaya lainnya. 

Dalam memenuhi kebutuhan yang mendesak tersebut, seseorang biasanya meminjam uang kepada saudara, teman, lembaga keuangan resmi misal Bank, Koperasi, Leasing, pegadaian bahkan sampai ada yang nekad meminjam ke rentenir. Kebutuhan yang berkaitan dengan hutang menurut penulis dibedakan menjadi dua, yaitu hutang mendesak dan hutang tidak mendesak.

Menurut penulis, kenapa hutang itu manis diawal karena seseorang yang berhutang merasa kebutuhannya langsung tercukupi pada saat dia menerima uang pinjaman. 

Dengan kata lain, masalah yang berkaitan dengan finansial sementara telah teratasi dengan cepat. Dalam kondisi seperti ini, peminjam sementara belum memikirkan bagaimana caranya mengembalikan hutang tersebut, yang terpenting dalam pikirannya sudah mendapat uang pinjaman, entah berasal dari mana sumbernya. 

Biasanya hutang yang tanpa pemikiran dan pertimbangan adalah hutang mendesak contohnya : untuk biaya sekolah, untuk biaya kesehatan dan biaya gaya hidup atau gengsi. 

Sedangkan hutang tidak mendesak biasanya peminjam memikirkan secara matang sebelum mengambil pinjaman, terutama konsekuensi baik buruknya. Contoh hutang tidak mendesak, yaitu : Biaya Usaha, Biaya Kebutuhan Konsumtif (Kartu Kredit, KPR, Mobil, Sepeda Motor).

Pada saat berhutang peminjam dan pemberi pinjaman akan membuat aturan atau kesepakatan dalam hal pembayaran atau pelunasan, baik pembayaran secara bulanan dengan cara diangsur atau cash tempo berapa bulan. Saat berhutang memang paling enak ke saudara atau perorangan karena tidak ada bunga pinjaman dan tidak ada ikatan secara tertulis. 

Tapi sisi kelemahannya, jumlah pinjamannya hanya sedikit tidak dalam jumlah besar. Jika pinjaman dalam jumlah yang besar, peminjam bisa mengajukan ke lembaga keuangan misal Bank atau koperasi, konsekuensinya ada aturan tertulis dan tanda tangan bermaterai yang harus disetujui sebagai antisipasi oleh pihak Bank jika terjadi wanprestasi oleh peminjam.

Dengan berhutang berarti harus ada komitmen peminjam dalam pembayaran, sebagai contoh misal peminjam pinjam uang di Bank dengan jumlah pinjaman Rp. 10.000.000,- jangka waktu pinjaman 2 tahun dan bunga 2 persen. Maka angsuran yang harus dibayarkan oleh peminjam ke pihak Bank, angsuran perbulannya Rp. 616.666,- Selama 2 tahun. 

Contoh simulasi diatas adalah contoh untuk pinjaman kecil, jika pinjamannya besar otomatis angsuran per bulannya akan besar. Sehingga bulan selanjutnya peminjam harus mencari tambahan uang sebesar Rp. 616.666,- selama dua tahun, entah itu dengan cara menghemat kebutuhan sehari-hari; mencari tambahan penghasilan lain; sementara untuk hutang usaha dengan cara memutar uang hasil dari pinjaman; kemudian jika sebelumnya tabungannya masih longgar maka uang yang ditabung dapat digunakan untuk bayar hutang, dan dengan cara lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline