Lihat ke Halaman Asli

Ari Sony

TERVERIFIKASI

Bung Arson, Pengamat dan Pemerhati Olahraga Khususnya Sepakbola

Cukai Rokok Naik, Apakah Jumlah Perokok Akan Berkurang?

Diperbarui: 10 Oktober 2019   02:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi cukai rokok. (CNN Indonesia/Andry Novelino).

Kabar buruk bagi perokok di Indonesia, karena Pemerintah berencana menaikkan cukai rokok sebesar 23 persen, berlaku mulai tahun 2020. Alasan pemerintah menaikkan tarif cukai rokok, yaitu untuk menambah penerimaan negara dan untuk mengurangi peningkatan konsumsi rokok, terutama pada kalangan remaja dan perempuan. 

Kenaikan tarif cukai rokok, tentunya akan diikuti dengan kenaikan harga rokok. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, "kenaikan harga eceran rokok ditetapkan rata-rata 35 persen dari harga sebelumnya. 

Kenaikan tarif rokok dari 15 persen menjadi 23 persen diyakini akan mendongkrak penerimaan Negara dari cukai rokok 154 triliun dan diperkirakan menjadi 179,2 triliun pada tahun 2020". Dengan adanya kenaikan cukai rokok, akan berimbas dengan kenaikan harga rokok dipasaran. 

Hal ini berdampak untuk pengusaha rokok, petani tembakau, petani cengkeh dan konsumen. Selain untuk menambah penerimaan negara, pemerintah  mempunyai tujuan lain, yaitu mengurangi konsumsi rokok.

Tren konsumsi rokok mengalami kenaikan di kalangan perokok pemula dan perempuan. Jumlah prevalensi yang mengisap rokok meningkat, baik dari sisi perempuan awalnya 2,5 persen menjadi 4,8 persen, ataupun anak-anak dan remaja naik dari 7 persen menjadi 9 persen. 

Berdasarkan sejumlah survei, prevalensi perokok pemula berusia 10-13 tahun terus meningkat. Merujuk data riset kesehatan dasar tahun 2013, prevalensi perokok usia 10-18 tahun masih 7,2 persen, lalu naik menjadi 8,8 persen pada 2016 dan menjadi 9,1 persen pada tahun 2018. Angka presentase tersebut melampaui batas atas yang ditentukan dalam RPJMN 2019 sebesar 5,4 persen.

Kebiasaan merokok yang belakangan menjadi suatu kebiasaan di kalangan pemuda usia 16-30 tahun Indonesia, merokok seperti menjadi trend atau gaya hidup. 

Karena ketika seseorang merokok dalam pergaulan atau ketika nongkrong bareng sudah dianggap hal yang biasa atau lazim ditengah masyarakat Indonesia, karena di dalam pikiran mereka menganggap rokok sebagai sebuah kenikmatan, gaul, keren, jago, cool. Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang dapat membahayakan kesehatan dan cenderung mengarah pada kematian. 

Hal tersebut mengingat dalam rokok terdapat kurang lebih 4.000 zat kimia berbahaya antara lain nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik, yang dapat mengakibatkan berbagai  penyakit antara lain asma, kanker, jantung, impotensi, infeksi paru-paru, stroke, gangguan kehamilan dan sebagainya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2017 menunjukkan sedikitnya 1 dari 4 pemuda di Indonesia merokok, baik rokok tembakau maupun elektrik. Kondisi tersebut merata di seluruh provinsi di Indonesia, sehingga sangat mengkhawatirkan mengingat pemuda adalah generasi penerus bangsa. Perokok yang dimaksud disini adalah mereka yang merokok, baik setiap hari maupun kadang-kadang dalam sebulan terakhir. Jumlah pemuda usia 16-30 tahun yang merokok 26,44 persen, sehingga Indonesia yang unggul dalam segi SDM, bisa tidak berarti apa-apa dalam persaingan global jika generasi mudanya mempunyai kebiasaan merokok. Karena berdasarkan kajian Badan Litbangkes tahun 2015, Indonesia menyumbang lebih dari 230.000 kematian akibat konsumsi produk tembakau setiap tahunnya. Selain mempunyai efek buruk dalam kesehatan dan bisa berujung kematian, ternyata konsumsi rokok juga berdampak pada kemiskinan. Data BPS mengenai tingkat kemiskinan Indonesia pada Maret 2019, Kepala BPS Dr. Suhariyanto menjelaskan "harga rokok merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap garis kemiskinan. Pasalnya, harga rokok filter setiap tahunnya terus meningkat dan mengalami inflasi setidaknya 0,01 persen setiap bulan. Harga rokok memiliki andil terhadap kemiskinan sebesar 11,38 persen untuk wilayah pedesaan dan sebesar 12,22 persen di perkotaan".

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam mengurangi jumlah perokok di Indonesia dengan membatasi Iklan di televisi dan tidak boleh menampilkan gambar orang yang sedang merokok. Selain itu, kemasan pembungkus rokok harus disertai himbauan bahaya merokok dan gambar penyakit akibat merokok. Dalam promosi media luar ruang, perusahaan rokok dalam menyelenggarakan kegiatan dilarang menampilkan simbol produk dan dilarang membagikan rokok gratis. Berbagai upaya pemerintah tidak membuahkan hasil, bahkan jumlah perokok semakin meningkat setiap tahunnya. Jika memang tujuan pembangunan SDM Unggul Indonesia Maju menjadi fokus utama dalam pemerintahan ke depan. Maka harus ada pengendalian konsumsi tembakau atau rokok dikalangan masyarakat. Karena dengan mengkonsumsi rokok akan menurunkan daya saing kualitas SDM di Indonesia, dalam hal ini berkaitan dengan kesehatan seseorang yang merokok dan perokok pasif. Dengan kata lain, pembangunan SDM di Indonesia, nyaris tak akan terwujud tanpa ada upaya serius dalam pengendalian rokok dari pemerintah. Apakah upaya pemerintah dengan menaikkan cukai rokok sangat efektif dalam mengurangi jumlah perokok di Indonesia? kita tunggu hasilnya di tahun 2020. Jika hasilnya jumlah perokok menurun drastis, maka pemerintah harus memberikan solusi bagi yang terkena dampak dengan kebijakan ini, khususnya bagi dunia industri rokok dan petani. Agar tidak ada pihak yang dirugikan, dalam setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline