Lihat ke Halaman Asli

Suko Waspodo

lecturer

Kesabaran dan Pembiaran

Diperbarui: 29 Oktober 2018   19:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: articlesprove.info

Kesabaran memang biasanya selalu menunjukkan perilaku baik, karena perilaku sabar lebih sering menunjukkan sikap untuk toleran, tenggang rasa dan toleran. Namun di sisi lain kesabaran faktanya juga bisa berakibat buruk dalam bentuk pembiaran perilaku buruk dan bahkan kejahatan.

Kita ambil contoh, yang mungkin terkesan masalah sepele, perilaku anak yang membuang sampah sembarangan. Apabila perilaku tersebut dilihat oleh orangtuanya, dengan alasan sabar, dibiarkan saja tidak diperingatkan bahkan tidak dimarahi, maka hal ini akan berakibat si anak menjadi pribadi yang egois serta tidak peduli dengan orang lain dan lingkungan.

Seseorang yang tengah antri BBM di satu SPBU membiarkan orang lain menyerobot antrian; ini juga bukan kesabaran yang positif. Tidak menegur orang yang tidak tertib sama saja dengan mendukung perilaku semena-mena.

Agama dan tatanan moral apa pun tidak pernah mengajarkan untuk membiarkan perilaku buruk yang terjadi dan kita melihatnya. Menegur dan bahkan memberi sangsi adalah bagian dari kewajiban kita.

Dalam konteks tahun politik ini, kita juga mencermati beberapa dan bahkan banyak pembiaran dengan alasan kesabaran. Fitnah, tuduhan PKI, antek asing dan aseng, kriminalisasi ulama adalah sedikit contoh pembiaran perilaku jahat kaum oposisi  terhadap Jokowi dan pemerintahannya.

Presiden Jokowi memang pribadi pemimpin yang sangat sabar. Kita harus acungi jempol untuk sikap dan sifat itu, tetapi tidak semestinya dia membiarkan semua tuduhan ngawur dan fitnah itu, yang hampir setiap saat ditebarkan oleh para politisi busuk. Semua itu harus ditindak tegas dan diberi sanksi sesuai hukum yang berlaku.

Presiden dengan wewenangnya serta bersama aparat yang berkewajiban menangani perilaku busuk tersebut harus menindak secara serius masalah pelecehan dan pembunuhan karakter tersebut. Apalagi ini menyangkut harga diri seorang kepala negara yang sah. Ini bukan masalah otoriter dan ingin menang sendiri serta agar tak terkalahkan dalam pilpres tetapi masalah menjaga martabat kemanusiaan dan harga diri bangsa juga.

Selama pemerintah masih berada dalam koridor yang benar dan tidak menyimpang dalam menjalankan roda pemerintahan maka segala bentuk pernyataan dan perilaku yang mengarah pada pelecehan pemerintah (kalau tidak mau dikatakan makar) harus disingkirkan. Rakyat pasti sepakat bahwa pemerintah harus menjaga kewibawaannya.

Kesabaran tidak harus lalu serta merta membiarkan kejahatan atau benih-benih kejahatan. Martabat kepala negara, pemerintah, rakyat, bangsa dan negara harus ditegakkan sampai kapan pun juga. Merdeka!

***

Solo, Senin, 29 Oktober 2018

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline