Lihat ke Halaman Asli

Perjalanan Bersama Larry di Palembang

Diperbarui: 5 September 2015   17:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maret 2014, saya melakukan perjalanan dinas ke Sumatera Selatan. Kali ini saya pergi bersama seorang teman saya, Larry. Dia adalah karyawan baru di departemen saya, jadi ini adalah perjalanan dinasnya yang pertama. Kami bertemu di bandara Soekarno-Hatta untuk menumpangi penerbangan pertama ke Palembang. Saya cukup bersemangat dalam perjalanan dinas kali ini karena sudah cukup lama saya ingin pergi ke provinsi Sumatera Selatan.

Pukul 07:30 kami sudah tiba di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin yang saat itu gedung terminalnya sedang direnovasi. Begitu keluar dari bandara kami segera melanjutkan perjalanan darat dengan mobil sewaan menuju Kabupaten Lahat. Perjalanan ke Lahat kami tempuh dengan waktu sekitar 4 jam. Dari Palembang jalanan yang kami lalui tidak begitu mulus, dan ruas jalan tidak begitu lebar, ditambah banyak truk kecil di sepanjang jalan. Saya agak bosan dengan pemandangan sepanjang jalan hingga kami tiba di Lahat. Ketika di Prabumulih kami sempat berhenti untuk makan siang sebentar. Ketika itu kami memutuskan untuk makan di rumah makan khas Padang yang banyak sekali di sepanjang jalan dari Palembang menuju Lahat.

Lewat siang hari tiba di Lahat kami segera santap siang dan melakukan tugas di sana. Di perjalanan menuju lokasi kerja, saya melihat sebuah bukit yang unik bentuknya, menyerupai kepalan tangan manusia dengan jempol yang berdiri. Karena bentuknya itu, warga sekitar menyebutnya sebagai Bukit Jempol. Sekitar pukul 6 sore setelah tugas selesai, kami menuju hotel untuk beristirahat. Setelah mandi, saya keluar lagi dari hotel untuk makan malam. Sebagai orang yang pertama kali ke Sumatera Selatan, kami sama-sama tidak mengetahui tempat makan yang recommended, jadi kami memutuskan untuk makan di rumah makan khas Padang lagi.

[caption caption="Bukit Jempol di Kabupaten Lahat"][/caption]

Hari kedua di Lahat, saya bertemu Larry di restoran hotel untuk sarapan, saat saya tiba di meja, saya melihat dia sudah menyantap makanan. Katanya dia masih akan menyantap makanan lain, karena yang baru saja dia habiskan hanya menu biasa, dia ingin mencoba menu makanan khas lokal Sumatera Selatan. Kalau saya pribadi, seperti biasa, lebih suka makan makanan yang itu-itu saja, tidak suka mencoba makanan baru. Jadi menu sarapan saya standar saja.

Selesai sarapan kami check out dari hotel dan melanjutkan tugas kami di Lahat. Sekitar pukul 11, tugas kami di Lahat selesai dan kami melanjutkan perjalanan ke Baturaja di Kabupaten Ogan Komering Ulu. Perjalanan ke Baturaja dari Lahat sekitar 4 jam. Sekitar pukul 12 kami berhenti sejenak untuk makan siang dan beristirahat di daerah Muara Enim. Karena tidak mengenali daerah itu, lagi-lagi saya dan Larry memilih rumah makan khas Padang lagi sebagai pilihan menu santap siang.

Jadi Larry adalah anak campuran keturunan Tiong Hoa dan Belanda, dan dia lahir dan besar di kota Jakarta. Saya ingat siang itu ada pembicaraan lucu antara Larry, saya dan pramusaji rumah makan tersebut ketika kami sudah selesai makan. Pramusaji itu menghampiri meja kami untuk menghitung tagihan kami, dia bertanya satu-satu makanan yang kami makan.

  • Pramusaji: Makannya nasi, ikan, sama sayur gori ya kak?
  • Larry: Hah? Sayur apa?
  • Saya: Iya mba, benar.

Lalu saya segera membayar total tagihan makan siang kami dan Larry mengekori saya, dia masih bingung dengan percakapan saya dengan pramusaji ketika itu.

  • Larry: Tadi lo ngomong apaan sih sama mbanya? Gw ngga ngerti deh.
  • Saya: Yang mana, sayur gori?
  • Larry: Iya, itu, maksudnya apa tu?
  • Saya: Sayur gori means sayur nangka here. We, Sumatran named sayur nangka as sayur gori.

Setelah itu Larry tertawa, sebagai orang yang tinggal di Jakarta pasti Larry merasa asing mendengar kosakata lokal yang unik, seperti sayur gori itu. Selanjutnya sepanjang jalan menuju Baturaja saya banyak berbicara soal perbedaan budaya lokal bersama Larry. Sebenarnya di jam seperti saat itu, lebih enak jika kami tidur di dalam mobil, sayangnya ruas jalan yang kami lalui cukup buruk, jadi kami tidak bisa tertidur. Menurut supir yang mengendarai mobil sewaan kami, kondisi jalan lintas Sumatera itu memang selalu seperti itu, pun jika diperbaiki tak lama kemudian akan kembali rusak.

Sekitar jam 4 sore kami tiba di Baturaja. Dan kami segera menyelesaikan tugas kami di sana. Lalu pukul 7 malam kami kembali melanjutkan perjalanan menuju kota Palembang. Dan lagi-lagi yang kami lalui adalah jalanan yang tidak begitu mulus. Tapi mungkin karena sudah cukup lelah, akhirnya saya sempat tertidur di dalam mobil. Sekitar pukul 9 malam kami tiba di Prabumulih dan singgah sebentar untuk makan.

Akhirnya pukul 11:30 malam kami tiba di kota Palembang. Begitu melihat jembatan Ampera yang terkenal itu, saya meminta kepada supir untuk berhenti sebentar. Sebenarnya ketika itu penyakit vertigo saya sedang kambuh, tapi karena baru pertama kali ke Palembang, jadi saya memaksakan diri untuk berfoto sebentar di sana. Saya pikir, besok mungkin tidak sempat ke jembatan itu lagi, dan hanya malam ini kesempatan saya untuk melihat jembatan Ampera yang dihiasi lampu. Dan setelah puas berfoto di jembatan Ampera, saya dan Larry masuk ke dalam mobil dan lanjut ke hotel untuk beristirahat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline