Lihat ke Halaman Asli

Terima Kasih, Ahmad Dhani!

Diperbarui: 27 Agustus 2015   16:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ahmad Dhani, Musisi yang bertalenta khusus, banyak dilabeli oleh berbagai kalangan sebagai orang yang sombong, arogan, tidak beretika dan sebagainya. Bermusuhan secara terbuka dengan sesama artis di media bukanlah rahasia. Cara mengungkapkan dan ekspresi kekecewaan terhadap suatu hal bagi banyak orang dianggap di luar kewajaran. Bagi banyak orang lain dianggap hal yang biasa karena setiap orang mempunyai penilaian yang subyektif dengan sudut pandang yang berbeda.

Kita mendengar pagi ini, Dhani menantang Gubernur DKI Jakarta, pak Basuki untuk menyelesaikan kemacetan di jalan TB Simatupang Jakarta Selatan. Tantangan yang dituliskan lewat akun twitter langsung mendapat tanggapan. Tidak sedikit yang mencela dan membongkar keburukan Dhani. Kegagalan menjadi orang tua, anaknya yang mengalami kecelakaan dan menewaskan beberapa orang dan sebagainya.

Apa yang disampaikan Dhani adalah sebuah bentuk protes yang wajar terlepas dari cara yang dipakai, etis tidak etis, sopan dan tidak sopan. Dhani dan mungkin sebagian besar dari pengguna jalan sangat tidak nyaman dengan situasi jalanan. Kemacetan di jalan Simatupang adalah salah satu dari persoalan di jalanan Jakarta yang tidak tahu sampai kapan akan berakhir. Mudah-mudahan di tahun 2018 sebagaimana janji yang disampaikan oleh pak Ahok.

Ada kalanya kita bisa menerima dan pasrah dengan kondisi jalanan yang ada. Di kesempatan lain, kita tidak bisa lagi menerima kondisi yang sama terus menerus dan kita tidak bisa berbuat apa-apa karena itu unmanageable. Ada sisi Pemerintahlah yang berwenang mengatur dan membuat semuanya menjadi mudah. Ada juga sisi masyarakat yang berkontribusi dan memperparah situasi jalanan ibu kota yang makin penuh sesak. Terlpas dari kontroversi yang ada, patutlah bertermia kasih kepada Dhani. Mungkin suara mayoritas pengguna jalan terwakili. Kapan kemacetan akan berakhir.

Dalam konteks yang lain, misalnya bicara commuter lain (CL) atau bus transjakarta. Kapan kita bisa merasakan nikmatnya menggunakan moda transportasi tersebut? Naik commuter lain di semua jurusan, tidak ada yang mudah. CL Jakarta-Bogor sangat tidak manusiawi. CL Jakarta-Baksi sulit mendapatkan informasi kepastian jadwal. Petugas yang tidak customer oriented dan sering tidak pernah tahu jadwal kereta mana yang berangkat duluan. Belum lagi ketika kereta jarak jauh lewat. CL Tanah Abang-Serpong sama saja. Bus transjakarta? Di mana rasa nyamannya? Apalagi kalau jalanan yang khusus diperuntukkan bagi bus transjakarta juga diokupasi oleh kendaraan pribadi, mikrolet, sepeda motor. Betapa melelahkan.

Kita semua rindu, ada hal baik yang diwariskan kepada anak-cucu di Jakarta. Orang-orang seperti Dhani diharapkan terus lantang berteriak mengharap perubahan yang terjadi. Kita mengharap Pempimpin seperti pak Ahok yang terus melakukan perubahan yang fundamental meski masih terseok. Merindukan Jakarta yang manusiawi adalah harapan kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline