Lihat ke Halaman Asli

Pemotor Selalu Benar

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemotor selalu benar. Jika pemotor salah, baca lagi kalimat pertama. Itulah kondisi di jalanan Jakarta pada khususnya. Dan, juga mungkin ini berlaku di seluruh Indonesia!

Pemotor di trotoar melawan arah dan pejalan negor, pemotor selalu benar. Dia berhak marah ke pejalan kaki. Pemotor memotong jalan seenaknya, kemudian diklaksonin, dia berhak nyolot ke pengendara mobil. Bahkan memukul mobil pun dia berhak. Pemotor ngebut ketika lampu merah dan nyaris tertabrak oleh pengendara mobil yang sudah melaju karena lampu sudah hijau, pemotor berhak maki-maki, menghentikan motornya dan boleh memukul pengendara mobil. Pemotor yang nyerempet mepet-mepet bagian mobil, diperbolehkan cuma ngangkat tangan dan tancap gas. Pemotor yang tiba-tiba nyalip di depan dan tertabrak kemudian bagian mobil penyok-penyok, dia boleh marah-marah dan minta ganti rugi ke pengendara mobil.Pemotor melawan arah, kemudian pengendara mobil ngelakson karena takut menabrak, pemotor berhak marah dan maki-maki pengendara mobil. Pemotor putar balik di tanda “DILARANG PUTAR BALIK” dan bikin macet, lalu pengendara mobil ngelakson dari belakang, pemotor boleh membuka helm dan menengok ke belakang untuk maki-maki penuh emosi. Pemotor ngebut di jalur busway dan bertemu pengendara mobil yang ingin putar balik, dia berhak ngelakson tanpa henti dan maki-maki pengendara mobil. Pemotor melewati jembatan penyebarangan, pejalan kaki wajib minggir dan memberikan jalan ke pemotor. Pemotor kesenggol spionnya dan tidak apa-apa, boleh maki-makin, nyolot dan mukul spion pengendara mobil sampai pecah.

Sampai akhirnya, kejadian aneh dengan pemotor menimpa saya dalam dua minggu berturut-turut. Ketika Jakarta masih belum begitu macet oleh arus balik, saya meluncur menuju Lab Pramita di Matraman, melalui Pramuka. Saya ambil jalur cepat supaya bisa ngebut kecepatan 60 km/jam. Rupanya, banyak juga pemotor masuk jalur cepat. Padahal tanda “MOTOR DILARANG MASUK” terpasang jelas. Tanpa sengaja, karena jalur Pramuka pas-pasan dan motor di sebelah kiri juga tidak mungkin bisa menyalip, tiba-tiba satu pemotor sudah berada di samping saya dan tersenggol. Dia tidak apa-apa. Stangnya membuat baret badan mobil saya dari bagian depan hingga ke belakang.

Tahu apa yang terjadi?

Saya menghentikan mobil dan dia turun dari motornya. Kemudian inilah dialog absurd.

Pemotor: Pak, situ buta?!! Maen serempet sembarangan!! *nada nyolot*

Saya: Eh, loe ngga tahu ini jalur apa?! *ikutan nyolot*

Pemotor: Gue tau ini jalur cepat!! Emang gue doang yang ambil jalur cepat! Loe nggak liat pemotor lain juga ambil jalur cepat!!! *nunjuk ke pemotor lain*

Saya: Gue nggak peduli pemotor lain. Gue cuma bilang ke elo. Mata loe buta?! Loe tau ini jalur cepat!?

Pemotor: GUE TAU INI JALUR CEPAT! *makin nyolot*

Saya: Kalau udah tau, kenapa loe ambil jalur cepat!?

Pemotor: Pokoknya gue nggak mau tau!! Bapak harus tanggung jawab! Bapak yang salah! Bapak sudah menabrak saya! Untung saya nggak jatoh! Coba kalau jatoh!

Saya: *nada pelan* Oke. Kita ke kantor polisi ya. Biar polisi yang nentuin siapa yang salah. Kalau gue emang salah, gue ganti! *padahal motor dia nggak kenapa-kenapa*

Pemotor: Gue nggak mau ke kantor polisi! Pokoknya saya minta bapak bertanggung jawab!

Saya: Oke….! Ikut saya ke Lab ya. Saya buru-buru. Istri saya lagi hamil. Jadi, saya harus ke lab sekarang. Nanti kita urus di sana ya. *nada halus*

Pemotor: Gue nggak bisa! Gue telat ngantor!

Saya: *gemes* Gue juga buru-buru ke lab, jadi kita selesaikan di sana. Mau?

Pemotor: Gue nggak mau!! Pak! Loe tau nggak sih loe salah! Masih nggak mau ngaku juga salah! Pokoknya saya minta tanggung jawab!!

Saya: *nyolot, ngeluarin kartu nama* LOE NGGAK MAU KE KANTOR POLISI! LOE NGGAK MAU IKUT GUE KE LAB. NIH GUE KASIH KARTU NAMA GUE! LOE HUBUNGI GUE NTAR!

Pemotor: Saya mau, bapak tanda tangan di kartu nama.

Saya: IYE! BAWEL LOE!

Saya pergi.

Sejam kemudian dia nelepon. Nyerocos. Tidak berhenti.

Pemotor: Pak! Bapak tau nggak sih bapak salah! Ngaku aja deh! Bapak kan di jalur cepat! Saya tau bapak buru-buru! Tapi nggak usah cepat-cepat dong! Nggak usah buru-buru! Sekarang gini deh, bapak ngaku salah dan tanggung jawab. Saya tunggu sore ini. Saya tahu, bapak ini senior copywriter. Bapak sekolah dimana sih?! Bapak tau kan bapak yang salah! Ngebut di jalur cepat!

Saya: DIAM LOE! Gue tanya, loe tau kan itu jalur cepat!

Pemotor: Gue tau! Gue bisa baca!

Saya: Nah, loe kan udah tau dilarang masuk ke jalur cepat. Kenapa masih masuk. Loe tau kan jalan di pramuka sempit. Kalau gue jalan di tengahan, itu kan nggak bisa ya. Jalan itu pas buat dua mobil. Makanya motor nggak boleh masuk juga. Kecuali putar balik. Kalau lo masih ngotot juga, kita ke kantor polisi ya. Mau?

Pemotor: Gue nggak mau! Gue mau loe tanggung jawab!

Saya: Kenapa? Loe takut sama polisi?

Pemotor: Gue nggak takut! Om gue POLISI!

Saya: Nah, ya udah. Kalau nggak takut, kenapa nggak mau ke kantor polisi. Ntar biar polisi yang nentuin siapa yang salah ya. Kalau polisi bilang gue yang salah, gue ganti! Tapi kalau polisi bilang loe yang salah, loe ganti tuh baret panjang di mobil gue.

Pemotor: Lho? Kenapa gue yang salah! Kan loe yang salah! Ngebut di jalur cepat!

Saya: *kehabisan kata-kata* Sorry, gue lagi nyetir! *nutup telepon*

Akhirnya, saya berpikir. Oh, mungkin saya memang salah. Ya sudahlah. Saya mau transfer saja. Saya pun SMS sejam kemudian. “Emang loe minta ganti rugi apaan sih?”

SMS Pemotor: ”Gue cuma mau loe minta maaf sama Tuhan bla bla bla dan satu lagi, lain kali hati-hati kalau nyetir. Bukan berarti kalau loe buru-buru bisa nabrak semua motor di depan loe dan biar Tuhan yang ganti rugi.”

Saya benar-benar kehabisan kata-kata. Saya disuruh minta maaf sama Tuhan. Tuhan aja saya nggak punya!

Tambahan aturan pemotor selanjutnya adalah, pemotor masuk jalur cepat dan tersenggol karena jalanan sempit dan karena dia maksa dan karena dia yang nyerempet terus pemotor jatuh dan sejenisnya, maka pengendara motor sangat berhak menyalahkan pengendara mobil dan minta ganti rugi.

Hidup di Jakarta memang berat yak! Besok-besok kudu beli pesawat tempur buat ngantor kayanya. Atau, tank baja, mungkin.

Tapi saya percaya, tidak semua pengendara motor kelakuannya seperti di atas. Ada 0,001 yang kelakuannya bener. Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline