Lihat ke Halaman Asli

Apa yang Mau Disabotase dari NasDem?

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1393224703414522945

[caption id="attachment_324364" align="aligncenter" width="480" caption="Sumber foto: metrotvnews.com"][/caption]

Pemilu Legislatif 2014 sudah diambang pintu. Terhitung mulai hari ini hanya menyisakana 44 hari lagi menuju Pemilu keempat di era reformasi. Komisi Pemilihan Umum sejak tahun lalu telah menetapkan 12 partai politik tingkat nasional dan 3 parpol lokal yang akan berlaga pada tanggal 9 April 2014. Pada tanggal itu kita akan memilih 560 anggota DPR RI dan 132 DPD RI. Di daerah-daerah akan dipilih 2.137 anggota DPRD provinsi dan 17.560 anggota DPRD kabupaten/kota. Nasib mereka tergantung 181.139.037 rakyat yang tercatat dalam Daftra Pemilih Tetap.

Ada tiga tingkatan pemilu legislatif yaitu DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Secara rinci, jumlah daerah pemilih di tingkat pusat DPR RI ada sebanyak 77 dapil dengan 560 kursi. DPD terdiri dari 33 dapil dengan jumlah kursi yang diperebutkan 132 kursi. DPRD provinsi ada 259 dapil dengan 2.112 kursi. Lalu terbanyak adalah DPRD Kabupaten Kota 2.102 dapil dengan 16.895 kursi. Berarti Pileg akan memperebutkan (secara nasional) adalah 19.699 unit kursi di 2.471 daerah pemilihan. Jumlah calon (secara nasional) lebih kurang 200 ribu orang.

Tahun 2014 boleh juga disebut tahun Pemilihan Presidenkarena kita akan mengganti Presiden dan Wakil Presiden pada 9 Juli nanti. Susilo Bambang Yudhoyono akan berhenti karena sudah dua kali berkuasa. Konstitusi sudah membatasi , presiden RU cuma dua periode.

Karena pemilu adalah barometer sebuah parpol untuk mengukur tingkat kepercayaan rakyat kepada parpol maka pemilu menjadi sebuah target. Sudah menjadi sebuah kelaziman untuk menghadapi pemilu setiap partai mulai ‘memanaskan mesinnya’ sebelum pertarungan dimulai. Walaupun kampanye berupa rapat akbar atau lebih dikenal sebagai kampanye terbuka dimulai, saat ini sudah tampak partai-partai melakukan konsolidasi internal. Agak sulit memang membedakan konsolidasi internal yang diadakan dengan yang secara kasat mata disebut kampanye.

Akhir pekan kemarin, sebuah partai politik yang bakal kali pertama ikut pemilu mengadakan apa yang saya maksud diatas. Partai NasDem yang ditetapkan KPU sebagai partai yang memiliki nomor urut satu mengadakan perhelatan besar di sebuah tempat yang kerap dijadikan tempat oleh partai untuk mengadakan acara serupa. Lautan manusia tampak menjejali komplek olahraga Gelora Bung Karno, Sebayan, Jakarta untuk mengikuti sebuah acara yang diberi nama Apel Siaga Perubahan Partai NasDem. Menurut beberapa fungsionaris partai yang dikomndani oleh Surya Paloh itu akan mengikutsertakan ratusan ribu massa.

Anehnya, walaupun sudah dihadiri puluhan ribu kader dan simpatisan, jumlah tersebut tidak seperti perkiraan sebelumnya. Selesai apel siaga, internal NasDem mendapatkan informasi, terdapat sekitar 850 bus dari sekitar 1.000 bus yang sudah disewa dan dibayar lunas, tidak mengangkut lebih dari 50.000 orang kader dan simpatisan sesuai perjanjian. Dijelaskan, untuk mengangkut kader dan simpatisan, internal partai telah melibatkan beberapa perusahaan bus.

Atas temuan ini, internal NasDem akan menindaklanjuti untuk memastikan kemungkinan sabotase dari pihak-pihak tertentu. Selain tidak datang, ada sebagian besar bus yang hadir menelantarkan penumpang dengan pulang lebih awal. Banyak kader yang terbengkalai. Bukan hanya tidak datang, tetapi ada bus-bus yang tidak membawa pulang kader seusai acara.

Secara pribadi, saya agak sulit memahami logika orang NasDem yang menyebut acaranya di sabotase. Penulis berpendapat, bahwa apa yang dikatakan mereka tentang sabotase adalah omong kopsong. Kepentingan apa pihak lain mensabotase acara itu. Hemat saya, NasDem adalah partai baru yang belum jelas siapa loyalis partai itu. Mendatangkan ribuan, ratusan ribu, bahkan jutaan orang pun akan mudah dilakukan kalau (maaf) massa tersebut ‘dikondisikan’. Menuduh partai lain atau pihak lain melakukan sabotase sangat tidak berdasar karena pihak yang dituduh oleh NasDem tidak memiliki agenda apapun. Untuk apa mensabotase acara yang digagas oleh sebuah partai yang baru seumur jagung dan belum terlihat kinerjanya dan belum pernah dipilih rakyat?.

Pernyataan yang dikeluarkan oleh salah satu pengurus NasDem Provinsi DKI Jakarta kemarin yang saya baca (sengaja saya tidak sebutkan nama karena aka nada kampanye gratis untuknya) adalah sebuah bentuk pencarian popularitas. Saya tahu orang yang mengatakan itu sekarang menjadi Caleg DPR RI dari Dapil Jakarta III. Pernyataan yang dikeluarkannya sarat dengan upaya memperkenalkan dirinya dan tidak lebih dari itu. Jadi, menurut saya, NasDem tidak usah lagi mencari panggung popularitas untuk menaikkan citra sebagai partai yang dizalimi dalam rangka mengeruk keuntungan dan mendapat simpati dari rakyat. Cara itu sudah kuno dan tidak zamannya lagi. Jangan-jangan bukan sabotase tapi hanya sebuah bentuk keprihatinan dar NasDem yang ternyata tidak mampu menghadirkan banyak massa sesuai targetnya. Terlihat dari tidak penuhnya Stadion GBK kemarin. Tabik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline