Lihat ke Halaman Asli

Darmaila Wati

Freelancer

Benarkah Ahok Ibarat Socrates?

Diperbarui: 11 Mei 2017   12:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Benarkah kisah Ahok yang dipenjara karena tuduhan menista agama sehingga mendorong beberapa kelompok umat Islam di Indonesia menggelar takbir akbar untuk seruan penjarakan Ahok, ibarat kisah pengadilan Socrates yang memilih takdir mati dengan prinsip kebenaran? 

 

Banyak para pengikut Ahok menyandingkan kasus penistaan agama yang dihadapi Ahok seperti yang juga dituduhkan terhadap Socrates. Bahkan dari berita online yang saya baca kademisi Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia (PSIK Indonesia), Arif Susanto berpendapat nasib terpidana kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mirip Filsuf, Socrates.

 

Ghirah massa sebagian umat Islam yang dibangkitkan lewat beberapa kalangan ulama telah menghadirjan demonstrasi  massa besar yang dikenal berjilid-jilid. Bahkan massa tidak berhenti di dunia nyata namun juga massive di dunia maya. Sehingga adu opini berseliweran antara pembenci Ahok dan pemujanya. 

 

Bagi pendukung Ahok,  ia adalah orang yang berani menghalau maling APBD,  melawan mafia korporasi, dan penjahat berdasi. Mereka memaklumi mulut Ahok yang kasar dengan pekerja yang tidak becus,  dan sangat membanggakan kinerjanya selama menjabat gubernur DKI Jakarta.

 

Namun bagi sebahagian umat Islam yang disulut semangat membela agamanya,  menginginkan Ahok dipenjara karena duanggap telah menista agama. Teriakan takbir mereka kumandangkan atas nama perjuangan melawan sang penista. Hingga Ahok sah secara hukum menjadi terpidana hari ini. 

 

Sejarah memang berulang pada zaman yang berbeda. Namun saya kurang sependapat bila kisah pilu kematian Socrates seperti perjuangan Ahok di peradilan. Ia memang benar,  keduanya dianggap menista agama. Namun Socrates lebih kepada membidani lahirnya kebenaran lewat berdialog dengan warga Athena di ruang terbuka,  Agora atau pasar. Sedangkan Ahok lebih kepada tergelincir lidahnya menyebut Al-Maidah pada pertemuan dengan masyarakat Kepulauan Seribu. Pada Socrates memang perbuatan yang diniatkan, sedangkan pada Ahok tidak sama sekali melainkan atas unsur ketidaksadarannya. Sehingga banyak kita baca kisah mengenai hukuman terhadap Socrates, meski ia tidak bersalah namun bisa dihadapinya. Apakah Ahok bisa menghadapi hukumannya meski ia merasa telah dikorbankan atas nama agama demi Pilkada? Entahlah..yang jelas,  Ahok sepertinya tidak menyerah pada putusan pengadilan kemarin. Masih ada rencana banding ke Mahkkamah Agung (MA). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline