Lihat ke Halaman Asli

Darmaila Wati

Freelancer

Kebijakan Trump dan Tantangan untuk Indonesia

Diperbarui: 4 Februari 2017   03:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Setelah empat belas tahun tidak lagi menggeluti dunia wartawan khususnya menulis berita ekonomi, kali ini saya tergelitik dengan gejolak ekonomi global setelah Trump menyulut berbagai reaksi dunia melalui kebijakan kontroversinya.

Make America Great Again ( membuat Amerika kembali hebat) Janji Donald John Trump kepada seluruh rakyatnya lewat Partai Republik pada pemilihan presiden Amerika Serikat mengantarkannya menjadi orang nomor satu di negeri Paman Sam pada  Rabu (9/11/2016) lalu . Namun justru seluruh dunia was-was dengan pernyataan konteroversial Trump terutama terkait ekonomi.  Bahkan dengan tegas Trump akan mengundurkan diri dari beberapa kerjasama ekonomi dunia diantaranya Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (North American Free Trade Agreement/NAFTA) dan  Perjanjian Kemitraan Trans-Pasifik (Trans Pacific Partnership Agreemen/TPPA). 

Tidak berhenti disitu, Trump juga memberikan tamparan keras terhadap Cina melalui pernyataannya akan menaikkan tarif impor seluruh produk asal Cina sebesar 45 persen dan  mendeklarasikan Beijing sebagai "manipulator mata uang"  serta menuding Cina melenyapkan kesempatan tenaga kerja bagi warga AS di negarinya sendiri.  Kebijakan Trump  yang mengerutkan nyali negara lainnya adalahkarena  kecenderungannya terhadap anti globalisasi dan perdagangan bebas yang berpotensi  memperlemah ekspor  banyak negara seperti Cina dan Indonesia ke Amerika Serikat.

Akibat kebijakan protektif  Trump terhadap  ekspor  Cina, sebagaimana diketahui AS merupakannegara importir terbesar kedua bagi barang-barang Cina berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap perekonomian Indonesia. Karena otomotis terkaman raksasa Cina akan mengarah ke negara lainnya terutama Indonesia. Ha lini harus diwaspadai mengingat Cina ibarat raksasa lapar yang siap menerkam pasar negara-negara lain di Asia Tenggara termasuk Indonesia  terutama jika terhalang pasarnya ke AS. Kondisi industri Indonesia akan terus jatuh dalam bayang-bayang  produk-produk impor Cina yang lebih besar  ketimbang  tahun sebelumnya apalagi bila perebutan pasar dalam negeri Indonesia tidak diantisipasi.

Tingginya pengaruh perdagangan Cina terhadap pasar Indonesia bisa dilihat dari data“Neraca Perdagangan RI-China 2016 yang dirilis oleh Kementerian Perdangan (Kemendag) yang saya kutip dari lampiran  berita online http://industri.bisnis.com pada 13 September 2016. Dalam laporan itu tercatat pada priode I  2016, ekspor Indonesia ke China sebesar  6,9 milyar dollar AS. Sedangkan Impor barang dagangan Cina sebesar 14,9 milyar dollar AS. Itu artinya perdangan Indonesia ke China mengalami defisit sedangkan sebaliknya Cina justru surplus. Bahasa pasarnya barang Cina lebih banyak masuk ke Indonesia dibanding barang Indonesia masuk ke Cina.

Sehingga tidak heran kalau kita membeli barang-barang dari mainan anak-anak, sepatu, tas,poduk makanan olahan, mesin dari ringan hingga berat, elektronik, hp, tekstil,  kosmetik bahkan tali kolor  pun made in Cina.

Tidak pula bisa kita naiv untuk tidak memilih produk Cina yang ada di pasar dalam negeri kita karena memang harganya yang  jauh lebih murah. Sehingga sesuai dengan hukum dagang semakin tinggi permintaan,akan semakin tinggi pula produksi. Hal ini akan memicu pula hasrat para  importir di dalam negeri untuk berlomba-lomba mendatangkan barang dari Cina. Apalagi Indonesia dan Cina sama-sama tergabung dalam World Trade Organization (WTO), sehingga mustahil untuk membendung  sepenuhnya  barang impor termasuk dari Cina.

Hal yang mungkin sekali  dilakukan pemerintah jika mau adalah memperbaiki dan mengembangkan industri dalam negeri dengan subsidi biaya pengeluaran diantaranya pengurangan pajak yang sebelumnya dibebankan bagi pengusaha, selain juga memberikan fasilitas pendidikan yang memadai bagi tenaga kerja dalam negeri, karena menaikkaan  Bea Masuk (BM) impor  terhadap Cina juga tidak populer dilakukan  mengingat kerjasama perdangangan kedua negara, sebagaimana  kita ketahui Cina merupakan negara kedua terbesar tujuan ekspor Indonesia setelah  Amerika.

Cara lain untuk memproteksi pasar dalam negeri Indonesia adalah dengan penerapan  sertifikasi Standar  Nasional Indonesia (SNI) bagi seluruh produk impor. Sedangkan untuk mengimbangi produk Cina yang murah meriah, pruduk dalam negeri harus mampu meningkatkan kualitas produk buatan dalam negeri dengan harga yang juga mampu bersaing dengan produk Cina.

Serta untuk mengimbangi serbuan barang Cina ke dalam negeri adalah juga dengan meningkatkan  akses pasar di Cina melalui pengembangan kerjasama bisnis dengan negeri tirai bambu tersebut. Sehingga Indonesia tidak selalu menjadi objek pasar Cina namun  sebisanya menjadi mitra dangang yang seimbang. Mengingat  pasar Cina dengan jumlah penduduk  bombastis merupakan  perluang sangat  besar bagi produk Indonesia . Selain tentu pemerintah dengan segenap aparat keamanannya mewaspadai masuknya produk impor illegal termasuk dari Cina demi menyelamatkan pasar dalam negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline