Lihat ke Halaman Asli

Bisu II

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bisu

Oleh: Soni Harsono

Pandanganku samar-samar, aku mencoba mengucek-ngucek ke dua bola mataku, beberapa kali aku menampar pipiku sendiri, pelan. Aku berdiri mematung memperhatikan keadaan sekeliling taman ini, lumayan ramai, tempat yang biasa digunakan untuk menghabiskan waktu sore ini mulai dipenuhi oleh orang-orang, mulai dari anak-anak, remaja, dan orang tua tampak asik di bawah cerahnya sinar mentari dan menikmati sejuknya semilir angin sore.

Tapi aneh!! Meski pun wajah mereka penuh dengan keceriaan, kegembiraan, tapi kenapa suasananya terasa sepi sekali? Sunyi, tak ada suara apa pun yang aku dengar, kecuali hembusan angin yang menjatuhkan dedaunan.

Bisu? Kenapa semua orang bisu? Aku yakin ini pasti hanya fantasiku saja, aku terlalu bebas dan berlebihan dengan khayalanku, pikirku. Perlahan aku berjalan mendekati beberapa anak muda yang sedang duduk melingkar beralaskan rumput-rumput, mereka tampak ceria sekali, wajah mereka berbunga-bunga, dan mulut mereka tertawa-tawa tanpa mengeluarkan suara. Lalu aku menepuk pundak salah seorang lelaki dari mereka..

"hei, sedang apa kalian?"

Maksud hati ingin bertanya, tapi apalah suaraku tak keluar, mulutku berkhianat, dia tak menuruti perintah tuannya, mulutku kaku terkunci, mulutku terasa berat sekali. Lelaki muda itu terheran-heran melihat ekspresi wajahku, dia mengangkat ke dua tangannya, "ada apa?" mungkin itulah maksudnya, tebakku. Dalam kebingunganku, kepalaku berputar melihat sekeliling, dan para anak muda itu tertawa melihat kebingungan yang ku alami. Ah, ternyata ini bukan di alam fantasi, semua orang bisu, inilah adanya..

Aku meninggalkan mereka dengan penuh keheranan yang terlintas dibenakku, kembali memperhatikan keanehan ini.

Semua orang tampak sudah tak asing lagi dengan komunikasi isyarat seperti ini. Tangan, mata, wajah, kaki dan tubuh mereka yang berbicara, mulut hanya diperintahkan untuk diam.. Aku termenung, kutundukkan kepalaku.. Mungkinkah ini waktu yang telah di janjikan oleh tuhan? Mungkinkah ini alam lain yang di janjikan oleh tuhan, ketika mulut terkunci tanpa berbicara? Inilah janji sang Tuhan dalam ayat-ayat suci-Nya..

Langkah kakiku mendekati seorang lelaki yang sedang berdiri di ujung taman, dari wajahnya dia tampak sedang kebingungan sepertiku, dia seumuran denganku, dari kejauhan dia telah melihatku berjalan mendekatinya..

"kenapa semua orang bisu?" tanyaku dengan gerak tangan dan mulut tanpa suara...

"Aku tak tahu? Aku bingung"

Dia menggelengkan kepala dan mengangkat kedua tangannya, dia mengerti dengan pertanyaan simbolku itu..

Kemudian kami terdiam, berkecamuk dengan keadaan, keputusasaan mulai datang menghampiri, wajah kami menunjukkan ekspresi penyesalan. Seandainya ini adalah waktu yang telah di janjikan tuhan! Betapa banyak hal yang mesti aku pertanggungjawabkan, tak terhitung jumlahnya kekhilafanku terhadap ayat-ayat sang Penguasa Waktu, mungkin hidupku akan berakhir dengan cerita yang tak pernah ada sebelumnya dalam coretan harapanku, pikirku! Tapi sekarang aku pasrahkan segala yang terjadi saat ini atas kehendak-Nya. Sang Tuhan yang maha mengetahui, yang maha menghendaki segala sesuatu.. Tak ada gunanya menyesali segala yang telah terjadi, apalagi ini telah tercantum dalam ketentuan-Nya, tak ada lagi yang mesti ku lakukan selain mempertanggungjawabkan semua yang telah aku lakukan..

Dalam lamunan kami, seorang lelaki tua berjenggot dan berpakaian usang mendekati kami...

"ini dunia baru, tak perlu kalian sesali" mulutnya bergerak, mungkin inilah maksudnya, dia dapat membaca wajah kami. Dengan cepat dia segera berlalu..

Aku tak biasa dengan harus berbahasa isyarat seperti ini. Aku pergi menjauhi taman itu.. Mencari tempat yang sunyi, mencari ketenangan tanpa ada seorangpun..

"Dunia baru?" pikirku, mungkinkah ucapan lelaki tua tadi benar. Tapi kenapa tak ada perhitungan keadilan atas manusia? Semua acuh dengan kebisuan ini. Semua tak asing dengan kebisuan. Perlahan Aku pejamkan mata, beberapa kali menarik nafas untuk menenangkan segenap jiwa dan pikiranku..

"Allahu Akbar"

Dengan keyakinan yang tersirat di hatiku, aku mencoba mengucapkan kata suci itu, tapi tetap saja mulutku tak bersuara, hanya hatiku yang berteriak keras, berontak. Aku mencoba mengulang kata itu hingga beberapa kali..

Langit sore kini segera berganti dengan gelapnya malam, mentari pun segera mengakhiri tugasnya. Aku masih berdiri menunduk, berharap ada keajaiban yang terjadi sebelum malam datang. Tak terasa Air mataku mulai menetes jatuh membasahi tanah yang kering, air mata penyesalan? Air mata ketidakterimaan? Ataukah air mata kejujuran? Entahlah....

"Allahu Akbar!"

Tanpa ditolak gelap itu pun datang dengan cepat tanpa ada keajaiban yang kuharapkan, angin berhembus dengan kencangnya. Aku kedinginan, tubuhku mulai menggigil, aku segera berjalan melintasi trotoar kehidupan yang sunyi, tak ada seorang pun yang aku jumpai.. Aku merasakan seakan aku telah memasuki lorong-lorong kegelapan, bisuku semakin menjadi dan mataku mulai tertutup. Kegelapan itu pun mulai nyata, aku tak dapat melihat apa pun. Aku seakan tersiksa. Selanjutnya aku tak merasakan apa pun kecuali hentakkan-hentakkan tubuhku yang kurus..

"Astagfirullah!"

Ucapan istigfar itu aku ucapkan hingga tìga kali, aku segera mengusap wajahku yang berkeringat dengan lembut. Jam di dinding menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Aku perhatikan sekelilingku, hanya tembok bercat putih yang mengelilingiku. Aku segera beranjak, menyucikan diri. Lalu berserah diri kepada sang Penguasa siang dan malam, bersujud dengan air mata yang berlinang... Tak ada lagi kebisuan, semua adalah pesan terselubung sang Pencipta kepadaku..




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline