Lihat ke Halaman Asli

Bisnis E-Learning: Tren Atau Bertahan?

Diperbarui: 29 Juli 2019   15:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

bisnis e-learning

E-learning = Bubble Dot Com?


Apakah kamu pernah mendengar istilah fenomena bubble dot com? Jika belum, bubble dot com merupakan fenomena yang terjadi di Amerika pada awal 2000 an. Fenomena dimana banyak orang yang berlomba-lomba berinvestasi secara besar-besaran pada perusahaan online (.com). Karena aggresivitas investor yang tidak terbendung, harga saham perusahaan online semakin tidak masuk akal. Harga saham dengan nilai yang perusahaan online tawaran tidak sebanding. Ketika perusahaan online tidak dapat menghasilkan banyak keuntungan, banyak investor yang menarik diri dan menyebabkan perusahaan online banyak yang bangkrut.

Apa hubungannya dengan bisnis e-learning?

Yang menjadi titik acuan pada fenomena bubble dot com adalah ketidakmampuan management perusahaan online dalam mengembangkan bisnis. Padahal, "online" hanyalah platform perusahaan untuk mengirimkan value / nilai dari produk pada konsumen.

Yang ditakutkan pada bisnis e-learning ini adalah management tidak bisa mengelola bisnis dengan baik. Padahal platform e-learning hanyalah media perusahaan untuk memberikan nilai aktual dari produk perusahaan kepada pengguna.

Bukannya untung kalah rugi, padahal potensi pasar untuk binis e-learning itu mencapai 190 Miliar dolar Amerika pada tahun 2025. Tentu bukan angka yang sedikit, bukan?

3 Perilaku Bisnis E-learning


Untuk itu, yuk ketahui 3 perilaku bisnis yang bisa kamu implementasikan sesuai dengan kemampuan dan kondisi mental kamu:

1. Aggressive

Perilaku aggressive banyak digunakan para pelaku bisnis, jika mereka memiliki pandangan bisnis jangka pendek. Biasanya bisnis jangka pendek ini berkaitan dengan suatu trend yang sedang terjadi di masyarakat. Misalnya trend batu akik.

Pelaku bisnis yang menerapkan aggressivitas dalam berbisnis cenderung untuk memaksimalkan margin keuntungan daripada titik optimal profit. Alasannya tentu karena trend. Ketika suatu produk sedang naik daun, maka pelaku bisnis akan mengambil keuntungan sebanyak yang mereka bisa dapatkah. Dalam catatan, harga jangan sampai merugikan konsumen.

2. Low-Risk

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline