Lihat ke Halaman Asli

Soni Indrayana

Novelis dan penulis buku "Kitab Kontemplasi"

Karena "Nussa" Hanyalah Anak Biasa

Diperbarui: 28 Oktober 2021   18:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: langit7.id

Ketidaksempurnaan adalah bagian dari kesempurnaan itu sendiri, oke?

Ketika kita dijanjikan sebuah film yang bercerita tentang seorang pahlawan, tokoh besar, orang baik, ahli surga atau apa pun namanya, yang terbersit di pengharapan kita adalah sosok sempurna tiada cacat, kan? 

Saat kita menonton film atau drama demikian, adalah normal bila hati kita berharap bahwa kita juga memiliki sosok seperti itu dalam kehidupan kita. Iya, kan? Namun sayangnya, kita hidup di dunia nyata, bukan film yang dapat direncanakan perjalanan kisahnya.

Ada banyak pujian ditujukan kepada film animasi Nussa karena kualitas animasinya yang luar biasa bagus, dan yang paling utama tentu pesan moral yang disampaikannya begitu sederhana dan mudah dipahami anak-anak. Dari semua akhlak baik dari tokoh Nussa, keluarga dan teman-temannya itu, sebenarnya kita juga harus "memuji" sikap buruk Nussa yang tampak dalam film ini. Loh, kok sikap buruk dipuji?

 Begini, kita tentu akan memuji tokoh Nussa sebagai anak yang merepresentasikan akhlak Islam yang sesungguhnya. Namun, kita juga harus paham bahwa yang sempurna adalah Islam sebagai agama, bukan individu yang menganutnya. 

Nussa juga demikian. Ketika Nussa merajuk, marah, iri, dan bahkan berprasangka buruk kepada Umma (ibunya Nussa), saat itulah kita harus memuji Nussa karena anak ini memang benar-benar anak biasa, manusia biasa yang penuh kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. 

Ia tidak selalu benar, tidak pula selalu senyum dan tidak bisa marah. Pokoknya, Nussa adalah manusia biasa yang kemudian mesti memohon maaf atas semua kesalahan dan kekurangan.

Dalam hidup kita selalu ingin punya pasangan yang sempurna, anak yang sempurna, orangtua yang sempurna dan sahabat-sahabat yang sempurna. Iya, kan? 

Jujur saja, karena kita pasti pernah marah saat orang terdekat kita berbuat yang tidak kita suka, kita pasti pernah membandingkan mereka dengan seseorang yang lain atau artis di film atau drama, atau mungkin kita tiba-tiba menyesal kenapa pasangan kita bukan Si A atau Si B atau Si Z sekalian.

Saat Nussa berperilaku buruk karena rasa iri yang muncul dalam dadanya, apakah Umma marah? Apakah Abba (ayahnya Nussa) marah saat Nussa marah-marah karena Abba tidak bisa menepati janji? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline